Efek Jera vs. Pengampunan: Apa yang Sebenarnya Diperlukan untuk Berantas Korupsi?

photo author
- Selasa, 31 Desember 2024 | 19:10 WIB
Ilustrasi koruptor yang hartanya sudah diambil KPK (freepik)
Ilustrasi koruptor yang hartanya sudah diambil KPK (freepik)

catatanfakta.com - Dalam upaya memberantas korupsi yang terus merugikan negara, Presiden Prabowo baru-baru ini mengusulkan pengampunan bagi pelaku korupsi dengan syarat pengembalian aset negara.

Pernyataan ini disampaikan saat kunjungannya ke Mesir pada 18 Desember 2024. Namun, usulan tersebut menuai berbagai tanggapan dari para ahli dan pejabat pemerintah.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa pengampunan tidak dapat diberikan secara sembarangan. "Meskipun Presiden berhak untuk memberikan pengampunan, hal ini harus melalui pengawasan Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat," ujarnya.

Baca Juga: Pemkab Bogor Tingkatkan Transparansi, Cegah Korupsi dengan Teknologi Digital

Supratman menambahkan bahwa pengampunan bukan berarti membebaskan pelaku korupsi dari hukuman. "Pemerintah akan tetap mengupayakan hukuman maksimal bagi koruptor," tegasnya. Fokus utama pemerintah adalah pemulihan aset negara yang hilang akibat tindakan korupsi.

"Pemberian pengampunan bukan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas," lanjutnya, menekankan pentingnya asset recovery untuk mengembalikan kerugian negara.

Di sisi lain, Yuris Rezha Darmawan, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, mengungkapkan bahwa pendekatan pengampunan tidak akan efektif dalam menanggulangi korupsi.

Baca Juga: 6 Strategi Revolusioner Menag Nasaruddin Lawan Korupsi: Dimulai dari Akar Moral

"Alih-alih memberikan pengampunan, koruptor harus diberikan hukuman yang efektif, seperti perampasan aset dan pemiskinan," ujarnya. Yuris menekankan pentingnya menciptakan efek jera bagi pelaku korupsi agar tidak mengulangi perbuatannya.

Ia juga menyarankan agar pemerintah melacak aliran dana hasil korupsi untuk memudahkan proses perampasan aset.

Lebih lanjut, Yuris mengungkapkan bahwa banyak pelaku korupsi yang belum memenuhi kewajiban membayar uang pengganti yang diputuskan pengadilan.

Baca Juga: Impor Gula Berujung Korupsi: Tom Lembong Ditahan 20 Hari, Siapa Tersangka Lainnya?

"Berdasarkan laporan tahunan terakhir kejaksaan, terdapat puluhan triliun rupiah piutang negara yang belum ditagih," ungkapnya. Ia mendesak Presiden untuk mendorong KPK dan kejaksaan agar memastikan pelaku korupsi membayar uang pengganti tersebut.

Pengesahan RUU Perampasan Aset juga dianggap penting untuk memperkuat upaya negara dalam merampas hasil kejahatan korupsi. Yuris menekankan bahwa perbaikan penegakan hukum, terutama di KPK, sangat diperlukan untuk menjadikan lembaga ini sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Achmad Mubin

Sumber: goodnewsfromindonesia.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X