Catatanfakta.com - Tidak hanya mengalami krisis kesehatan global akibat pandemi Covid, namun juga krisis pendidikan di mana lebih dari 77 juta anak telah keluar dari sekolah selama hampir dua tahun.
Saat sekolah-sekolah tutup di tahun pertama pandemi, kita menyaksikan kesulitan melanjutkan pembelajaran daring dan terdapat kesenjangan besar antara mereka yang memiliki akses internet dan mereka yang tidak.
Jika sebelum pandemi kita sudah memiliki kesenjangan dalam pendidikan, krisis global ini memperbesar kesenjangan tersebut dan menyoroti kebutuhan untuk mengatasi tantangan dalam pendidikan dengan perspektif yang berbeda.
Di saat sejarah ini, kita harus melampaui Covid-19 dan merefleksikan tentang masa depan pendidikan. Kita perlu menjalani percakapan yang lebih luas mengenai kualitas dan jenis pendidikan yang kita terima saat ini di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.
Krisis dapat membuat masalah yang tak terlihat menjadi terlihat. Ini terjadi dalam kasus krisis kesehatan mental dan emosional sosial yang muncul di dunia.
Ini berarti saat ini kita tidak hanya memiliki kesenjangan dalam pemahaman kognitif, tetapi juga tantangan emosional dan sentimental yang dihadapi oleh anak-anak. Oleh karena itu, pendidikan perlu dipandang bukan hanya sebagai proses mentransmisikan pengetahuan, tetapi sebagai proses yang menginspirasi dan menghubungkan kita dengan lingkungan dan dunia tempat kita tinggal.
Baca Juga: Kolaborasi Bersama Orang Tua untuk Optimalisasi Belajar di Lingkungan Rumah
Pendidikan tidak bisa lagi dilihat sebagai periode transisi di mana kita pergi ke sekolah, universitas, dan tidak pernah belajar lagi.
Pendidikan harus dianggap sebagai proses pembelajaran seumur hidup di mana kita harus terus beradaptasi, belajar ulang, dan memiliki rasa ingin tahu untuk menemukan cara baru dalam menghadapi kehidupan dan pengalaman profesional kita.
Di sinilah budaya bisa membantu kita mengganggu status quo dan mendorong kita untuk membayangkan ulang pendidikan dan cara kita belajar saat ini.
Baca Juga: Memanfaatkan Permainan di Taman Bermain Untuk Belajar Menyenangkan
Lima tahun lalu, di Comfama, kami memulai petualangan untuk menjelajahi model pendidikan di seluruh dunia. Mengikuti rekomendasi Larry Rosenstock, pendiri High Tech High, yang mengatakan: kunjungi dunia dan sekolah-sekolah terbaik.
Bicaralah dengan guru dan siswa. Dari setiap pengalaman, ambil satu "ubin" dan buatlah mozaik Anda sendiri. Ini persis apa yang kami lakukan.
Artikel Terkait
Perubahan Positif: Transformasi Pendidikan Matematika di SMA Saint Angela, Bandung
Merajut Pendidikan Berkualitas: Peran Indonesia Teacher Leaders di Canggu Community School
Pentingnya Pendidikan Prasekolah bagi Hasil Belajar Murid di Filipina
Pendidikan Islam Berkualitas: Peran FKDT dalam Pengembangan Madrasah Diniyah
Pemecahan Masalah dalam Dunia Digital: Peran Algoritma di Awal Pendidikan