PPP Kabupaten Bogor menolak aturan ini dan mengusulkan agar jumlah ditentukan berdasarkan kebutuhan daerah, bukan dibatasi secara seragam.
4. Perubahan Mahkamah Partai Jadi Majelis Etik
PPP Bogor juga menolak penghapusan istilah Mahkamah Partai.
Sebab, lembaga ini berfungsi menyelesaikan sengketa internal, termasuk perselisihan hasil pemilu legislatif.
Jika diganti menjadi Majelis Etik, maka ruang penyelesaian konflik dianggap menjadi sempit.
Baca Juga: Strategi PPP Pasca Muktamar 2025: Membangun Kembali Kekuatan Politik Islam Moderat
5. Pengesahan Kepengurusan Terlalu Sentralistis
Saat ini, pengesahan DPC harus mendapat persetujuan langsung dari DPP.
PPP Kabupaten Bogor meminta agar dikembalikan ke aturan lama: cukup satu tingkat di atasnya (DPW).
Hal ini dinilai lebih efisien dan mengurangi birokrasi panjang.
Isu Panas: Siapa Calon Ketua Umum PPP?
Selain membahas AD/ART, Mukercab Bogor juga menyinggung isu calon Ketua Umum PPP.
Sejauh ini, sejumlah nama menguat di luar internal, seperti Sandiaga Uno, Amran Sulaiman,Gus Ipul, hingga Agus Suparmanto.
Namun, draf AD/ART baru mensyaratkan calon ketum harus minimal 5 tahun menjadi kader PPP, yang otomatis mengunci peluang tokoh eksternal.
PPP Bogor menilai aturan ini jebakan politik yang bisa menutup regenerasi dan keterbukaan partai.
Baca Juga: Jelang Muktamar PPP 2025: Siapa Kandidat Potensial yang Bisa Pimpin Partai?
Usulan Alternatif: Majelis Tinggi Partai
PPP Bogor mengusulkan pembentukan Majelis Tinggi/ Majelis Aqla di tingkat pusat.
Majelis ini diharapkan menjadi pengimbang kewenangan ketua umum, terutama dalam pengambilan keputusan strategis seperti penentuan calon presiden yang diusung partai.
Artikel Terkait
Ketua MUI 5 Periode: Antara Gelar 'Bapak Kaderisasi Ulama' dan Sorotan Minim Regenerasi Ulama di Kabupaten Bogor
Prabowo Gelar Rapat Darurat di Istana: Kelangkaan BBM Shell & BP-AKR Jadi Sorotan