Jakarta – Meski tingkat melek huruf Indonesia sudah menembus 96 persen, kenyataan di lapangan menunjukkan pendidikan nasional masih menghadapi tantangan serius.
Ketimpangan akses, rendahnya partisipasi pendidikan menengah dan tinggi, hingga alokasi anggaran yang minim menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Ketimpangan Kota dan Desa
Akses pendidikan di perkotaan relatif lebih mudah dibandingkan dengan pedesaan.
Sekolah di daerah pelosok masih kerap bergelut dengan keterbatasan infrastruktur, fasilitas, hingga ketersediaan guru berkualitas.
Kondisi ini membuat kualitas pendidikan anak-anak desa sering tertinggal jauh dari kota.
Partisipasi Pendidikan Masih Rendah
Data terbaru menunjukkan partisipasi pendidikan menengah dan tinggi di Indonesia masih rendah.
Akibatnya, generasi muda sulit bersaing di pasar kerja, terlebih di tengah gempuran era digital dan industri yang menuntut keterampilan tinggi.
Anggaran Pendidikan Masih Jauh dari Ideal
Pada tahun 2023, alokasi anggaran pendidikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 1,3 persen.
Angka ini tergolong rendah dibanding standar internasional yang idealnya berada di kisaran 4–6 persen dari PDB.
Baca Juga: Kiai Anwar Iskandar Imbau Masyarakat Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
Kurikulum dan Guru Jadi Sorotan
Selain anggaran, kualitas tenaga pengajar juga masih jadi masalah klasik. Banyak sekolah mengalami kekurangan guru berkualitas.
Sementara itu, kurikulum yang berlaku dinilai belum sepenuhnya relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan global.
Risiko Bonus Demografi Jadi Beban
Pengamat pendidikan mengingatkan, bila kondisi ini tidak segera diperbaiki, bonus demografi yang seharusnya menjadi modal pembangunan justru bisa berbalik menjadi beban.
Baca Juga: Media Asing Soroti Indonesia: Protes Tunjangan DPR & Brutalitas Polisi Kian Memanas
Artikel Terkait
Makassar Mencekam! Massa Bakar Kantor DPRD, Rapat Paripurna Ricuh Diserbu Api
Jakarta Terbakar Malam Ini! Massa Demo Hancurkan Halte dan Gerbang Tol, Transportasi Lumpuh