Catatanfakta.com - Indonesia mengalami perubahan dramatis dalam budaya politik pasca-reformasi 1998. Menggunakan kategori budaya politik Almond dan Powell,
artikel ini berusaha mengkaji perubahan budaya politik di Indonesia serta menjelaskan alasan di balik pilihan kategori tersebut.
Berdasarkan kategori budaya politik Almond dan Powell, Indonesia pasca-reformasi menunjukkan paling sesuai berada pada kategori budaya politik "Partisipan".
Baca Juga: Banjir di Pondok Ungu Permai Bekasi: Persoalan Lama, Solusi Sementara
Dalam budaya politik partisipan, masyarakat memiliki akses dan keterlibatan aktif dalam proses politik.
Mereka memiliki keyakinan dan keterikatan emosional yang kuat terhadap sistem politik dan mampu mempengaruhi hasil politik secara langsung atau tidak langsung melalui partisipasi dalam pemilu atau kontes politik lainnya.
Budaya politik partisipan di Indonesia dapat terlihat dari peningkatan angka partisipasi pemilih dalam pemilu dan pemilihan kepala daerah.
Baca Juga: Harga Emas di Pegadaian pada Sabtu 4 November 2023, Antam Naik, UBS dan Retro Turun
Selain itu, masyarakat semakin aktif dalam penyelenggaraan organisasi politik baik formal maupun nonformal.
Tidak hanya itu, peran media, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan pendidikan politik juga semakin berkembang, memberdayakan masyarakat dan memberikan informasi yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Pilihan budaya politik partisipan sebagai kategori yang paling mencerminkan kondisi Indonesia pasca-reformasi didasarkan pada beberapa alasan.
Baca Juga: Ditetapkan 1.849 Caleg di Jawa Barat, KPU Ingatkan Hindari Kampanye di Luar Jadwal
Pertama, terjadi perubahan dalam struktur politik dan kebebasan berpartai serta mengadakan pemilu yang lebih demokratis.
Hal ini dapat dilihat dari hilangnya dominasi partai mayoritas tunggal dan bermunculannya berbagai partai politik.