Catatanfakta.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menegaskan bahwa konflik kepentingan dalam memutuskan perkara di MK bukan fenomena baru, namun sudah terjadi sejak era kepemimpinan Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, Hamdan Zoelva, hingga Arief Hidayat.
Dalam kesempatan ini, Anwar mengulas sejumlah putusan yang melibatkan konflik kepentingan tersebut dan memberikan penjelasan.
Dalam dunia hukum, banyak keputusan yang dibuat oleh para hakim tentu dapat menimbulkan kontroversi. Hal ini tidak jarang berkaitan dengan aspek konflik kepentingan dalam proses pengambilan keputusan.
Baca Juga: Anwar Usman Membahas Konflik Kepentingan MK dari Era Jimly Hingga Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengungkap bahwa konflik kepentingan dalam memutuskan perkara di MK sudah terjadi sejak kepemimpinan Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, Hamdan Zoelva, hingga Arief Hidayat.
Menyoroti masa kepemimpinan Jimly Asshiddiqie, ada sejumlah putusan seperti Putusan Nomor 004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, dan Putusan Nomor 5/PUU- IV/2006 yang membatalkan Pengawasan KY Terhadap Hakim Konstitusi.
Berselang waktu, era kepemimpinan Mahfud MD juga melahirkan putusan seperti Nomor 48/PUU-IX/2011 dan Nomor 49/PUU- IX/2011. Hal serupa terjadi pada era Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat, dengan beberapa putusan yang memuat konflik kepentingan.
Anwar Usman mengungkapkan bahwa sepanjang sejarah MK, sudah banyak perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Namun, para hakim perlu mematuhi asas dan norma yang berlaku dalam memutuskan perkara, seperti yang ia lakukan saat memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menyangkut batas usia capres-cawapres.
Dalam menghadapi fitnah dan tekanan pasca pemberlakuan putusan tersebut, Anwar Usman menggarisbawahi bahwa ia tidak takut dengan tekanan dalam bentuk apa pun, dan siap untuk mempertanggungjawabkan keputusannya kepada Allah SWT. Menurutnya, seorang hakim harus memutus perkara berdasarkan hati nurani.
Baca Juga: Ketua MK Dicopot, TKN Prabowo-Gibran Optimis Tak Terpengaruh
Dari sudut pandang filosofis, konflik kepentingan dalam memutuskan hukum bukanlah hal yang asing, dan mungkin senantiasa ada dalam sistem hukum manusia.