edukasi

Checks and Balances Orde Baru dan Era Reformasi

Selasa, 15 Agustus 2023 | 11:17 WIB
Jawaban bagaimana idealnya hubungan eksekutif dan legislatif dalam sistem pemerintahan presidensiil berkaitan checks and balances (Pixabay)

 

CATATAN FAKTA - Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia yang mengarah pada sistem checks and balances ditandai dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yakni lembaga negara yang saling mengawasi dan mengimbangi lembaga negara lainnya.

Checks and balances di Indonesia di masa Orde Baru hampir tidak mengenal adanya checks and balances ini karena realitasnya kekuasaan negara terpusat pada Presiden.

Sebagaimana pembahasan diatas, checks and balances di masa Orde Baru ini salah satunya ditandai dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang melahirkan satu kekuatan penyeimbang yang dibangun secara fungsional dalam bentuk kelembagaan yang setara.

Kemudian adanya Doktrin klasik separation of powers, kekuasaan negara yang diberikan kepada lembaga-lembaga yang terpisah satu dengan lainnya dalam rangka menghindarkan terjadinya campur tangan yang satu terhadap yang lain, maka mekanisme checks and balances pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tampaknya dapat juga dianggap satu pelunakan terhadap doktrin separation of powers atau pembagian kekuasaan negara dengan menghubungkan cabang kekuasaan yang saling terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah lahirnya kekuasaan yang bersifat mutlak tanpa pengawasan.

Baca Juga: Budaya politik menurut Almond dan Powell

Sejak memasuki era Reformasi tuntutan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dibendung sehingga terjadilah amandemen terhadapnya.

Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dianggap sebagai salah satu faktor terjadinya banyak penyimpangan di era Orde Baru karena memberi porsi kekuasaan terbesar kepada Presiden tanpa mekanisme checks and balances yang memadai. (Mahfud MD, 2001:155).

Check and balances pada era reformasi mengalami banyak usulan interpelasi dari DPR. Di era reformasi penggunaan hak interpelasi DPR jauh lebih banyak dibandingkan dengan era orde baru. Selama era reformasi telah banyak penggunaan hak angket oleh DPR kurang lebih 14 kali. Namun, penggunaan hak angket oleh DPR dalam rangka pengawasan terhadap kebijakan pemerintah jauh lebih banyak dibandingkan dengan era orde baru.

Pada tahun 1748 seorang filsuf asal perancis, Montesquieu melalui bukunya yang terkenal l’Esprit des Lois (The Spirit of the  Laws) yang mengemukakan bahwa kekuasaan itu harus dibagi ke dalam tiga organ (badan) dengan tugas (fungsi) yang berbeda-beda dan terpisah.

Baca Juga: Apa perbedaan perwakilan politik dan perwakilan fungsional

Pemikiran Montesquieu inilah yang menjadi dasar bagi sistem  pemerintahan negara demokratis dewasa ini, meskipun mengalami banyak sekali perubahan dan penyesuaian dalam penerapannya, karena perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya di negara-negara masing-masing.

Pemikiran ini sering dinamakan teori mengenai pemisahan kekuasaan atau disebut dengan "Trias Politica”, yaitu:

  • Kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang;
  • Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang;
  • Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengadili pelanggaran undang-undang.

Melalui  teorinya, Montesquieu mengharapkan agar ada jaminan untuk kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang raja atau pihak penguasa. Doktrin yang dikemukakan oleh Montesquieu amat besar pengaruhnya bagi kehidupan politik di Amerika Serikat.

Halaman:

Tags

Terkini