Suara Pedagang dan Konsumen di Pasar Tradisional
Di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, pedagang bernama Hendra mengaku penjualan turun hingga 30%.
“Biasanya saya bisa habis 2 ton sehari, sekarang hanya 1,2 ton. Banyak pembeli mengurangi jumlah belanja karena harga naik,” katanya.
Sementara itu, ibu rumah tangga di Bogor, Siti Aminah, mengaku terpaksa mencampur beras premium dengan beras kualitas medium untuk menghemat.
“Kalau terus begini, kami harus pintar-pintar mengatur belanja,” ujarnya.
Baca Juga: 10 SMA Terbaik di Kabupaten Bogor 2025: Sekolah Favorit dengan Prestasi Unggul
Solusi Jangka Panjang untuk Stabilitas Harga Beras
Ekonom pangan menilai bahwa solusi jangka pendek seperti impor dan operasi pasar tidak cukup. Pemerintah perlu memperkuat ketahanan pangan nasional dengan beberapa langkah strategis:
-
Meningkatkan Produksi Dalam Negeri melalui mekanisasi pertanian dan perbaikan irigasi.
-
Membangun Lumbung Pangan Daerah agar distribusi lebih merata.
-
Diversifikasi Pangan dengan mendorong konsumsi sumber karbohidrat lain seperti singkong dan sorgum.
-
Digitalisasi Distribusi untuk memantau stok secara real time dan mencegah penimbunan.
Lonjakan harga beras di September 2025 menjadi persoalan serius bagi stabilitas pangan nasional.
Penyebab utamanya meliputi penurunan produksi akibat cuaca ekstrem, biaya distribusi mahal, cadangan menipis, serta praktik spekulasi pedagang besar.
Dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat, pedagang kecil, hingga perekonomian secara luas.
Pemerintah memang telah menggelar operasi pasar dan impor beras, namun solusi jangka panjang tetap diperlukan agar ketergantungan terhadap impor berkurang dan harga beras lebih stabil.
Jika tidak segera ditangani, harga beras yang melonjak bisa menjadi pemicu inflasi dan menekan daya beli masyarakat dalam jangka panjang.
Artikel Terkait
Ekonom Beberkan Penyebab Harga Beras Terus Naik
20 SMA Terbaik di Depok dan Bogor Berdasarkan Nilai UTBK 2022, Didominasi Sekolah Swasta