Catatanfakta.com - Kabar situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diretas dan 204 juta data pemilih yang dijual oleh Jimbo menjadi sorotan publik.
KPU bersama dengan kepolisian dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tengah melakukan penelusuran terkait kejadian ini.
Peretas bernama Jimbo berhasil mendapatkan akses ke data DPT KPU dan menjualnya senilai US$74 ribu atau Rp 1,2 miliar.
Baca Juga: KPU Dibobol Hacker: Ancaman Besar Bagi Privasi Warga Indonesia
Data yang dibocorkan itu mencakup NIK, nomor Kartu Keluarga, nomor KTP, nomor paspor untuk pemilih di luar negeri, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal dan tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, kodefikasi kelurahan, kecamatan, dan kabupaten, serta kodefikasi TPS.
Ini bukanlah kejadian pertama kali. Tahun lalu, 105 juta data dari KPU juga dilaporkan bocor oleh hacker Bjorka.
Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan keamanan data pemilih agar terhindar dari aksi peretasan.
Baca Juga: KPU akan Libatkan Masyarakat Sipil dalam Debat Pilpres 2024
Penting bagi KPU dan lembaga pemerintah lainnya untuk meningkatkan keamanan siber dan memastikan keamanan data pemilih.
Selain itu, masyarakat juga perlu lebih berhati-hati dalam memberikan data pribadi dan perbankan. Kita semua bertanggung jawab dalam menjaga privasi dan keamanan data kita sendiri.
Kita perlu berbicara dan mencari solusi bersama-sama untuk mengatasi masalah keamanan siber khususnya pada data pemilih.
Baca Juga: Polisi Kerahkan 610 Personel untuk Mendukung Deklarasi Pemilu Damai di KPU
Semoga kejadian ini memacu pihak terkait agar meningkatkan keamanan data pemilih, sehingga kita dapat memastikan hak suara kita tetap terlindungi dalam proses Pemilu.