catatanfakta.com - Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, bahasa daerah Indonesia menghadapi ancaman serius. Ethnologue mencatat Indonesia memiliki 742 bahasa daerah, namun 24 di antaranya telah punah pada 2023.
Salah satu contohnya adalah Bahasa Enggano di Pulau Enggano, Bengkulu, yang kini hanya dipakai oleh sekitar 30% penduduk lokal. Fenomena ini mencerminkan bagaimana kontak antaretnik dan bilingualisme perlahan menggeser penggunaan bahasa asli.
“Ketika bahasa punah, itu bukan sekadar kehilangan alat komunikasi, melainkan hilangnya identitas budaya sebuah peradaban,” ujar seorang pakar linguistik dari Universitas Indonesia.
Baca Juga: Bahasa Betawi Jadi Terjemahan Al-Qur'an, Kemenag Tambah Produk Bahasa Daerah
Pernyataan ini menyoroti urgensi melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya nasional. Sayangnya, generasi muda cenderung lebih akrab dengan bahasa asing atau bahasa Indonesia, sementara bahasa etnik mulai terabaikan.
Namun, di balik tantangan ini, digitalisasi menawarkan solusi inovatif. Generasi muda, sebagai pengguna aktif teknologi, memiliki peluang besar untuk merevitalisasi bahasa daerah melalui platform digital.
Salah satu strategi yang bisa diterapkan adalah pembuatan arsip digital dalam bentuk teks, audio, dan video. Ini dapat menjadi bahan ajar yang dapat diakses luas oleh masyarakat.
Baca Juga: Indonesia Day di NSW School of Language: Bagaimana Menguasai Bahasa Indonesia?
“Media sosial seperti Instagram, YouTube, atau podcast bisa menjadi alat efektif untuk mengenalkan kembali bahasa daerah,” ujar seorang aktivis budaya. Dengan pendekatan yang kreatif, seperti konten storytelling atau pembuatan dokumenter singkat, bahasa yang terancam punah dapat dihidupkan kembali dalam format yang menarik bagi generasi muda.
Selain itu, integrasi bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan juga menjadi langkah penting. Pengajaran bahasa daerah tidak hanya membantu menjaga jumlah penutur, tetapi juga menanamkan rasa bangga terhadap identitas lokal.
Hal ini dapat disandingkan dengan kemampuan multilingual yang relevan di era globalisasi: bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa Inggris untuk komunikasi global, dan bahasa daerah sebagai warisan budaya.
Dengan kolaborasi generasi muda, teknologi, dan pendidikan, pelestarian bahasa daerah bisa menjadi tonggak kebangkitan budaya Indonesia.
Jangan sampai berita punahnya bahasa menjadi rutinitas menyakitkan yang terus terdengar. Digitalisasi adalah kunci, dan generasi muda adalah penggeraknya.