Catatanfakta.com -, Jakarta — PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nikel kian menunjukkan tajinya sebagai pemain utama dalam industri hilirisasi nikel nasional. Dengan total 12 lini fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), perusahaan ini berhasil mencatatkan kapasitas produksi hingga 185.000 ton feronikel per tahun—sebuah pencapaian signifikan di tengah dinamika industri pertambangan Indonesia.
Capaian tersebut tak datang secara instan. Perjalanan Harita Nikel dimulai sejak 2010, saat perusahaan mulai menambang nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Trimegah Bangun Persada. Dalam kurun waktu satu dekade, Harita bertransformasi dari pelaku tambang menjadi pionir hilirisasi, bahkan menjadikan Pulau Obi sebagai Kawasan Industri strategis nasional sejak tahun 2020.
“Produksi penuh dari 12 lini feronikel kami saat ini mencapai 185.000 ton per tahun,” ujar Corporate Communications Superintendent Harita Nickel, Joseph Sinaga, saat ditemui di area tambang dan smelter terintegrasi milik Harita di Obi, Jumat (13/6/2025).
Baca Juga: Keajaiban yang Terulang: How to Train Your Dragon (2025) Bukti Remake Bisa Sehebat Aslinya
Dari Satu Smelter Menjadi Raksasa Hilirisasi
Perjalanan pembangunan smelter Harita dimulai pada 2015 dengan pembangunan RKEF pertama yang terdiri atas 4 lini produksi. Setahun berselang, produksi perdana feronikel dimulai dengan kapasitas awal sebesar 25.000 ton per tahun. Ini menjadi tonggak awal upaya hilirisasi Harita yang kemudian berkembang pesat.
Pada 2022, melalui anak usaha PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF), Harita menambah 8 lini produksi feronikel baru dengan kapasitas 95.000 ton Ni per tahun. Langkah ini memperkuat posisi Harita sebagai perusahaan dengan jaringan fasilitas pengolahan terlengkap di wilayah timur Indonesia.
Sementara itu, smelter ketiga yang dioperasikan oleh PT Karunia Permai Sentosa (KPS) saat ini tengah memasuki tahap pertama konstruksi. Dalam tahap ini, terdapat 4 lini produksi dengan kapasitas tambahan sebesar 60.000 ton Ni per tahun, yang akan semakin menggenjot output ketika sudah beroperasi penuh.
“Totalnya ada 12 lini produksi saat ini, dan ini sudah beroperasi atau dalam tahap pembangunan. Kami terus mendorong efisiensi dan peningkatan kapasitas,” jelas Joseph.
Baca Juga: BTS FESTA 2025 Momen Haru Ulang Tahun ke-12, Tanda-Tanda Kembalinya BTS dari Hiatus?
Pertumbuhan Penjualan dan Respons terhadap Kebijakan
Kesuksesan Harita tidak hanya diukur dari kapasitas produksi, tetapi juga dari pertumbuhan volume penjualan. Pada tahun 2024, Harita mencatat lonjakan penjualan feronikel sebesar 25 persen secara year on year (yoy), dari 100.891 ton menjadi 126.344 ton.
Joseph menyebut pertumbuhan tersebut sebagai refleksi positif dari strategi jangka panjang perusahaan yang sejalan dengan kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor bijih nikel sejak 2020.
“Harita adalah salah satu perusahaan pertama yang merespons cepat kebijakan larangan ekspor nikel dengan membangun fasilitas hilirisasi. Kami percaya, nilai tambah harus dibangun di dalam negeri,” ujarnya.
Langkah ini menunjukkan komitmen Harita terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kontribusi langsung terhadap peningkatan devisa negara serta penciptaan lapangan kerja di daerah tertinggal.
Baca Juga: Ketika Gen Z Memilih Diam dari Dunia Kerja
Obi: Dari Pulau Tambang Menjadi Kawasan Industri Strategis
Pusat kegiatan operasional Harita berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Lokasi ini kini telah berkembang pesat menjadi salah satu kawasan industri pengolahan mineral terbesar di Indonesia. Sejak ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2020, Kawasan Industri Obi terus berbenah, menghadirkan fasilitas industri kelas dunia dari tambang hingga pemurnian.
Selain smelter feronikel, Harita juga telah mengembangkan fasilitas pemurnian berteknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) untuk mengolah nikel limonit menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP)—bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Teknologi ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem global energi baru dan terbarukan (EBT).
Komitmen Masa Depan
Kehadiran 12 lini produksi feronikel bukanlah akhir dari perjalanan Harita. Perusahaan terus menggali potensi hilirisasi mineral lainnya, termasuk ekspansi ke sektor daur ulang logam dan pengembangan energi terbarukan untuk menunjang operasional tambang dan industri mereka.
Artikel Terkait
Target Infrastruktur Rp1.900 Triliun Era Prabowo, Pemerintah Andalkan KPBU dan Swasta
Legislator PPP Ini Tak Hanya Duduk di Kantor, Hasani Kawal Pengecoran Jalan Hingga Tengah Malam