Catatanfakta.com - Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) setelah terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik.
Pelanggaran ini terkait dengan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres.
Putusan ini berpotensi memberi tiket kepada Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo dan keponakan Anwar, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun.
Baca Juga: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Tuntut Mati 83 Terdakwa Kasus Narkotika
Majelis Kehormatan MK (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian ini pada sidang pembacaan putusan etik, yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Anwar dinilai melanggar prinsip-prinsip Sapta Karsa Hutama, seperti ketakberpihakan, integritas, dan independensi.
Sebagai buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Baca Juga: Longsor di Jl Raya Tajur Bogor, Lalu Lintas Terhambat dan Sungai Tersumbat
MKMK juga memerintahkan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.
Tindakan Anwar ini menimbulkan perdebatan dan kontroversi, terutama mengenai integritas para hakim Mahkamah Konstitusi.
Beberapa pihak menilai bahwa Anwar telah terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meskipun Anwar membantah tuduhan tersebut.
Sebagai informasi,Putusan 90/PUU-XXI/2023 ini mengabulkan gugatan tentang syarat usia capres-cawapres kepada pemohon bernama Almas Tsaqibbirru yang mengakui dirinya pengagum Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga: Cak Imin Lihat Tanda-tanda Menang 1 Putaran: Karena Survei Kami Terbaru
Almas mengharapkan Gibran bisa maju walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun pada Pilpres 2024
Skandal ini semakin mengguncang Mahkamah Konstitusi dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan independensi lembaga tersebut.