Catatanfakta.com -, Di era digital yang serba cepat, arus informasi membanjiri masyarakat setiap detik. Media sosial menjadi ruang utama penyebaran berita, opini, hingga kampanye publik.
Namun, di balik kemudahan itu, hoaks atau berita palsu terus menjamur.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, sepanjang 2024 terdapat lebih dari 12.000 konten hoaks yang tersebar di berbagai platform digital.
Tantangan terbesar bagi masyarakat kini adalah membedakan fakta dari manipulasi informasi.
Fenomena ini membuat literasi digital menjadi kunci utama.
Bukan sekadar kemampuan menggunakan internet, tetapi keterampilan menyaring, memverifikasi, dan memahami konten dengan kritis.
Baca Juga: Anggaran Pendidikan 2025 Naik: Bagaimana Dampaknya ke Sekolah Daerah?
Ancaman Hoaks yang Semakin Canggih
Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) justru memperumit situasi. Hoaks kini tidak hanya berbentuk teks, melainkan juga deepfake video, audio palsu, hingga gambar hasil manipulasi digital.
Menurut laporan dari Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, hoaks politik, kesehatan, dan ekonomi masih mendominasi di Indonesia. Menjelang tahun politik 2024–2025, tren disinformasi diprediksi meningkat tajam.
Pakar komunikasi digital, Dr. Anita Wahyuni, menegaskan:
“Masyarakat harus kritis. Jangan hanya percaya pada judul sensasional. Periksa sumber, cek kredibilitas, dan jangan asal sebarkan.”
Strategi Bedakan Fakta vs Hoaks
Untuk meningkatkan literasi digital, ada beberapa langkah konkret yang bisa diterapkan masyarakat:
1. Cek Sumber Informasi
-
Pastikan berita berasal dari media arus utama atau situs resmi.
-
Hindari mempercayai informasi dari akun anonim tanpa identitas jelas.