“Sejak saya tinggal di perumahan itu tahun 2008, tanah tersebut statusnya tanah adat. Saya beli resmi tahun 2016 dari ahli waris pemilik pertama,” jelas Hasani, Kamis (4/9).
Hasani menjelaskan, pada September 2023 tanah itu ia tawarkan kepada calon pembeli bernama Dini. Proses jual beli dilakukan di hadapan notaris dengan mekanisme resmi. Uang muka dibayar 5 September 2023, tunggakan PBB 2019–2023 dilunasi pada 30 Oktober 2023, dan pelunasan akhir diselesaikan pada 5 Desember 2023.
Namun, persoalan muncul saat pembeli hendak meningkatkan Akta Jual Beli (AJB) menjadi sertifikat. Pengecekan ke BPN pada 31 Januari 2024 justru mendapati lahan tersebut sudah tercatat sebagai SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama PT Surya Pelita Pratama, pengembang perumahan Dramaga Pratama.
“Saya heran, kenapa bisa SHGB keluar lebih dulu, sementara saya baru membayar PBB pada 30 Oktober 2023? Bagaimana mungkin tanah yang saya beli dari ahli waris sah tiba-tiba menjadi milik developer?” kata politisi PPP itu.
Upaya mediasi pun dilakukan di kantor BPN pada 14 Mei 2023, dihadiri ahli waris Omi, Kepala Desa Cibadak Liya Muliya, staf desa, kuasa hukum pembeli, dan staf BPN. Sayangnya, pihak PT Surya Pelita tidak hadir.
Dalam forum itu, Kepala Desa menegaskan tidak pernah mengeluarkan surat apa pun untuk developer. BPN menyebut SHGB atas nama PT Surya Pelita terbit pada 30 September 2023.
BPN sempat menjadwalkan mediasi kedua pada 16 Juli 2025, tetapi pihak developer kembali absen. Hingga kini, undangan mediasi ketiga masih ditunggu.