Catatanfakta.com - Disebutkan bahwa pemerintah belum bersedia membayar utang sebesar Rp800 miliar kepada pengusaha jalan tol, Jusuf Hamka.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ingin mempelajari permasalahan ini secara teliti sebelum membayar utang tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa utang tersebut berasal dari permasalahan di masa lalu, yaitu saat negara melikuidasi bank-bank pada krisis moneter tahun 1998.
Baca Juga: PROFIL PARK SOO RYUN DAN PENYEBAB KEMATIANNYA
Sri Mulyani menekankan pentingnya memperhatikan afiliasi dari pihak terkait dan memprioritaskan prinsip kehati-hatian dalam membayar utang tersebut.
Dia juga menyebutkan bahwa aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum sepenuhnya kembali ke negara, dan ia mempertanyakan mengapa negara masih ditagih oleh pihak terafiliasi setelah menyelamatkan sejumlah bank pada masa krisis moneter.
Meskipun demikian, Sri Mulyani menyadari adanya proses hukum yang diajukan oleh pihak terkait, termasuk Jusuf Hamka, dan menyatakan bahwa perlu mengkaji dengan baik keterkaitan tersebut.
Baca Juga: Park Soo Ryun Park Soo Ryun Meninggal Dunia
Selain itu, Satgas BLBI yang dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD juga memiliki tagihan lain yang jumlahnya signifikan.
Di sisi lain, Mahfud MD mendorong Jusuf Hamka untuk menagih utang sebesar Rp800 miliar tersebut kepada Kemenkeu dan menyatakan siap memberikan bantuan teknis.
Sebelumnya, Jusuf Hamka telah menagih utang tersebut kepada pemerintah. Dia menjelaskan bahwa utang tersebut berasal dari deposito CMNP di Bank Yakin Makmur (Bank Yama) yang tidak diganti setelah likuidasi pada krisis moneter tahun 1998.
Baca Juga: FAJAR RIAN TAMPIL MEMUKAU PADA INDONESIA OPEN 2023
Pemerintah berdalih bahwa CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yaitu Tutut Soeharto, namun Jusuf Hamka membantah tudingan tersebut.
Jusuf Hamka telah mengajukan gugatan dan memenangkan kasusnya di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2015, di mana pemerintah diwajibkan untuk membayar deposito CMNP beserta bunganya sebesar 2 persen per bulan.
Dia mengklaim bahwa telah mengirim surat kepada DJKN Kemenkeu sekitar tahun 2019-2020 untuk menagih pembayaran utang, namun mengalami kesulitan menghubungi DJKN dengan alasan verifikasi masih dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.