catatanfakta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan mengejutkan terkait Gubernur Riau Abdul Wahid. Ia disebut menggunakan uang hasil pemerasan dari bawahannya, atau yang dikenal sebagai “jatah preman”, untuk bepergian ke luar negeri, termasuk ke Inggris dan Brasil.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa uang itu dikumpulkan melalui tenaga ahli sang gubernur, Dani M. Nursalam. “Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta. Jadi uang ini dikumpulkan untuk keperluan pribadi, termasuk perjalanan ke luar negeri. Makanya ada uang Poundsterling karena salah satu kegiatannya ke Inggris,” ungkap Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurut Asep, selain Inggris, Abdul Wahid juga tercatat melakukan perjalanan ke Brasil dan bahkan berencana ke Malaysia. Uang yang digunakan berasal dari hasil pemerasan di Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau.
Baca Juga: OTT Gubernur Riau Guncang Publik, Pemprov: “Beliau Hanya Dimintai Keterangan”
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menuturkan bahwa praktik ini berawal dari pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR-PKPP, Ferry Yunanda, dengan enam kepala UPT wilayah I-VI. Pertemuan itu membahas kesanggupan memberi fee kepada Gubernur Riau dari tambahan anggaran tahun 2025.
“Fee itu awalnya 2,5 persen dari tambahan anggaran Rp177,4 miliar, tapi naik jadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. Permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’. Siapa yang tidak ikut, diancam dicopot atau dimutasi,” kata Johanis.
KPK menemukan tiga kali setoran yang diterima Abdul Wahid. Setoran pertama dilakukan Juni 2025 sebesar Rp1,6 miliar, dan Rp1 miliar di antaranya mengalir langsung kepada sang gubernur lewat perantara Dani Nursalam. Setoran kedua terjadi Agustus 2025 dengan nilai Rp1,2 miliar, di mana sebagian dana digunakan untuk keperluan pribadi pejabat Dinas.
Baca Juga: Aset Rp200 Miliar Disita, KPK Kejar Uang Negara dari Kasus Gas PGN
Setoran terakhir dilakukan pada November 2025 senilai Rp1,25 miliar. KPK menemukan dana Rp450 juta disalurkan kepada Abdul Wahid melalui Kepala Dinas PUPR-PKPP M. Arief Setiawan, dan sekitar Rp800 juta diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
“Total penyerahan dari Juni hingga November mencapai Rp4,05 miliar dari total kesepakatan Rp7 miliar,” ungkap Johanis menegaskan.
KPK akhirnya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (3/11/2025) dan mengamankan Ferry Yunanda, M. Arief Setiawan, serta lima kepala UPT. Abdul Wahid sendiri kini resmi ditetapkan sebagai tersangka bersama dua bawahannya tersebut.
Baca Juga: Heboh 33 Wakil Menteri Diduga Rangkap Jabatan, Dilaporkan ke KPK
Atas perbuatannya, Abdul Wahid dan para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12e, 12f, dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat korupsi di sektor infrastruktur, di mana uang rakyat kembali dijadikan “tiket jalan-jalan” oleh pejabat yang seharusnya melayani masyarakat.
Artikel Terkait
Pendakwah Khalid Basalamah Diperiksa KPK, Dugaan Korupsi Kuota Haji Semakin Menguat
Kontraktor Korup Ikut Tinjau Jalan Rusak Bareng Bobby Nasution, KPK Ungkap Fakta Mengejutkan
Terbongkar! Jaksa KPK Sebut Hasto Gunakan Nomor Luar Negeri Demi Lindungi Harun Masiku
KPK Buka Peluang Panggil Bupati Pati Sudewo, Diduga Terima Commitment Fee Proyek Rel KA
Donasi Warga Pati Tembus Rp 179 Juta, Siap Gelar Aksi Demo di KPK Desak Bupati Sudewo Jadi Tersangka