catatanfakta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya. Lembaga antirasuah itu menyita aset berupa tanah dan bangunan dua lantai serta 13 pipa milik PT Banten Inti Gasindo (PT BIG) di Cilegon, Banten, yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi jual-beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tahun 2017–2021.
“Penyidik melakukan penyitaan aset yaitu PT BIG yang merupakan bagian dari ISARGAS Group. Aset berupa tanah seluas 300 meter persegi dan bangunan kantor dua lantai di Cilegon telah disita,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Jumat (31/10/2025).
Selain itu, KPK juga menyita 13 pipa dengan total panjang 7,6 kilometer yang diduga dikuasai tersangka Arso Sadewo alias AS. “Penyitaan dilakukan sejak pekan lalu hingga rampung pemasangan plang sitanya pada 28 Oktober 2025,” tambah Budi.
Baca Juga: KPK Kantongi Rp42,35 Miliar dari Lelang Barang Sitaan Juni 2025
Langkah ini merupakan bagian dari upaya asset recovery atau pemulihan aset negara yang dirugikan akibat praktik korupsi senilai US$15 juta dalam proyek jual-beli gas tersebut.
Arso, yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy (IAE), telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak 21 Oktober 2025. Kasus ini menyeret sejumlah nama besar, termasuk Iswan Ibrahim (Komisaris PT IAE 2006–2023), Danny Praditya (Direktur Komersial PT PGN 2016–2019), dan Hendi Prio Santoso (Direktur Utama PT PGN).
Menurut konstruksi perkara, kasus bermula ketika PT IAE yang tengah kesulitan keuangan berupaya menjalin kerja sama dengan PGN. Melalui ISW, Arso didorong untuk melakukan perjanjian jual-beli gas lewat metode advance payment sebesar US$15 juta, meski tak tercantum dalam RKAP 2017 dan tanpa prosedur tata kelola yang semestinya.
Baca Juga: Heboh 33 Wakil Menteri Diduga Rangkap Jabatan, Dilaporkan ke KPK
Dalam prosesnya, Yugi Prayanto (YG), kerabat dekat Hendi Prio Santoso, mempertemukan Arso dengan Hendi. Setelah kesepakatan tercapai, Arso diduga memberikan komitmen fee sebesar SGD 500.000 kepada Hendi di kantornya di Jakarta. Sebagian uang, sekitar USD 10.000, diberikan Hendi kepada Yugi sebagai imbalan perantara.
Budi menegaskan, penyitaan aset-aset tersebut bukan hanya untuk mengamankan barang bukti, tetapi juga memastikan pengembalian kerugian negara. “KPK terus berupaya memaksimalkan pemulihan aset negara agar kerugian yang ditimbulkan bisa dikembalikan,” ujarnya.
Kasus ini menegaskan bahwa praktik “jual-beli pengaruh” di sektor energi masih menjadi tantangan serius bagi tata kelola korporasi negara. Publik kini menunggu langkah lanjutan KPK dalam menuntaskan kasus besar yang menyeret nama-nama petinggi PGN ini.
Artikel Terkait
KPK Geledah Agen dan Rumah PNS Kemnaker, Ungkap Dugaan Korupsi Pengurusan Tenaga Kerja Asing
Pendakwah Khalid Basalamah Diperiksa KPK, Dugaan Korupsi Kuota Haji Semakin Menguat
Kontraktor Korup Ikut Tinjau Jalan Rusak Bareng Bobby Nasution, KPK Ungkap Fakta Mengejutkan
Terbongkar! Jaksa KPK Sebut Hasto Gunakan Nomor Luar Negeri Demi Lindungi Harun Masiku
KPK Buka Peluang Panggil Bupati Pati Sudewo, Diduga Terima Commitment Fee Proyek Rel KA