Catatanfakta.com -, Jakarta – Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin pesat dan diprediksi bakal mengguncang dunia kerja. Sejumlah pekerjaan, terutama yang bersifat entry-level dan non-teknis, diperkirakan akan tergerus oleh efisiensi yang ditawarkan AI. Sebuah laporan terbaru dari Signalfire membeberkan bagaimana gelombang otomatisasi ini mulai berdampak nyata terhadap para pencari kerja, khususnya generasi muda.
Studi ini menganalisis data dari 650 juta profesional dan 80 juta organisasi. Hasilnya menunjukkan tren penurunan signifikan dalam kesempatan kerja bagi lulusan baru perguruan tinggi. Perekrutan untuk posisi tingkat pemula dilaporkan anjlok hingga 50 persen dibanding masa sebelum pandemi COVID-19.
Bukan hanya itu, angka pengangguran di kalangan lulusan baru meningkat 5,8 persen. Laporan ini menyebut banyak profesional muda akhirnya memilih untuk melanjutkan studi ke jenjang seperti sekolah hukum demi menunda masuk ke pasar kerja yang kian kompetitif.
Baca Juga: Siap-siap Tersengat Panas, BMKG Catat Suhu Ekstrem di Sejumlah Kota Besar
Peran Non-Teknis Menyusut
Salah satu temuan penting dari laporan tersebut adalah penyusutan signifikan dalam permintaan tenaga kerja non-teknis. Sebaliknya, posisi di bidang teknologi seperti software engineering justru terus tumbuh. Hal ini menjadi alarm keras bagi generasi muda yang belum memiliki keahlian teknis atau pengalaman kerja.
Fenomena lain yang mulai muncul adalah perekrutan pekerja senior untuk mengisi posisi junior. Perusahaan tampaknya memilih efisiensi daripada membina talenta baru dari nol. Menurut laporan, ini berkontribusi pada hilangnya "roda pelatihan" yang dulu menjadi gerbang awal karier para lulusan baru.
Laporan Signalfire juga mengungkap peta pertumbuhan lapangan kerja di Amerika Serikat. Kota-kota besar seperti Miami, San Diego, Texas, San Francisco, dan New York mencatatkan konsentrasi tinggi talenta teknologi, dengan 65 persen software engineer terkumpul di wilayah ini.
Baca Juga: BI Dorong Spin Off Unit Usaha Syariah Jadi Bank Syariah Mandiri, Dorong Ekonomi Syariah Tumbuh
Model baru "hub-and-spoke" kini banyak diadopsi perusahaan, di mana kantor pusat mengoordinasikan pekerjaan dari berbagai cabang atau remote hub. Strategi ini dianggap lebih efektif dalam mengelola kompensasi dan memperluas perekrutan ke berbagai daerah dengan talenta yang relevan.
Tantangan Tambahan: Suku Bunga dan Anggaran
Faktor lain yang memperumit situasi adalah suku bunga tinggi dan perubahan kebijakan anggaran perusahaan. Keduanya membuat banyak organisasi menahan laju perekrutan dan lebih berhati-hati dalam menambah staf baru, apalagi yang belum berpengalaman.
Bagi generasi muda, terutama Gen Z, laporan ini menyiratkan pentingnya jalan alternatif. Tanpa banyaknya peran entry-level, lulusan baru didorong untuk membangun portofolio melalui bootcamp, kontribusi open-source, proyek lepas (freelance), dan karya kreatif mandiri.
Baca Juga: Taylor Swift Beli Master 6 Album Lama, Streaming Meledak hingga 430%
Bukan Sekadar Menguasai AI, Tapi Memahami Kekurangannya
Kemampuan untuk menggunakan AI tidak lagi cukup. Nilai tambah seorang pekerja di masa depan terletak pada kemampuannya memperbaiki dan mengoptimalkan teknologi tersebut. Adaptasi cepat, inovasi, dan kecakapan belajar mandiri akan menjadi kunci bertahan di tengah derasnya arus otomatisasi.
Jika tren ini berlanjut, pasar kerja global akan mengalami pergeseran besar, dan generasi muda harus siap menghadapi realitas baru di dunia kerja yang dikuasai algoritma.
Artikel Terkait
Ekonomi Australia Melambat Tajam di Kuartal I 2025, Terancam Resesi Per Kapita
Harga iPhone Turun hingga Rp2 Juta di Juni 2025, Peluang Emas untuk Ganti HP