Catatanfakta.com -, Jakarta – Mungkin terdengar mustahil hari ini, namun pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966–1977), Ibu Kota pernah secara resmi melegalkan tempat-tempat perjudian. Keputusan yang dianggap kontroversial itu bukan tanpa alasan: Jakarta saat itu sedang mengalami krisis keuangan parah, dan kebijakan ini ditempuh demi mendongkrak pendapatan daerah.
Dikutip dari situs Ensiklopedia Sejarah Indonesia Kemendikbud, Jumat (30/5/2025), Ali Sadikin—mantan Deputi II Panglima Angkatan Laut yang juga sempat menjabat sebagai Menteri Perhubungan Laut dan Menko Maritim—ditunjuk Presiden Sukarno menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ia memimpin Jakarta selama dua periode dan menghadapi berbagai tantangan, salah satunya minimnya anggaran belanja daerah yang hanya sebesar Rp 66 juta.
Legalisasi Perjudian: Jalan Terjal Menambah Pemasukan
Ali Sadikin tidak segan mengambil langkah tidak populer. Selain meningkatkan berbagai jenis pajak, ia juga memilih melegalkan perjudian di Jakarta. Tujuannya jelas: menambah pemasukan daerah dari retribusi dan pajak hiburan.
Baca Juga: Persikas Mau Dijual? Bola Panas dari Subang ke Palembang
Namun, kebijakan ini diambil dengan sangat hati-hati. Dalam buku Gita Jaya yang ditulisnya sendiri, Ali menyebut legalisasi perjudian dilakukan dalam kondisi darurat dan harus dilihat dari keseimbangan manfaat serta mudaratnya.
Pemerintah DKI saat itu menerapkan pengawasan ketat. Perjudian hanya diizinkan di tempat-tempat tertentu, dan pengunjung harus memenuhi kriteria tertentu, seperti berpenghasilan tinggi dan bukan anak di bawah umur. Kawasan perjudian tidak boleh berada dekat rumah ibadah, sekolah, atau pemukiman.
Kasino di Sarinah dan Toto di Ancol
Salah satu kasino paling populer saat itu berada di lantai 13 Gedung Sarinah, Jakarta Pusat. Selain itu, terdapat berbagai lokasi legal lainnya seperti Casino Petak IX, Casino Djakarta Theatre, Casino Copacabana, serta Toto Pacuan Kuda di Pulo Mas dan Toto Hai Lai di kawasan Ancol.
Baca Juga: Saat Emosi Gubernur Meledak: Punya Otak Kamu? Gegara Suporter Persikas
Pengawasan dilakukan lewat tim khusus yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur No. 805/A/k/BKD/1967. Tim ini bertugas mengontrol perizinan, mencegah tindakan asusila, dan memastikan hanya orang-orang tertentu yang bisa mengakses kawasan judi.
Dana Judi untuk Bangun Kota
Hasil dari pajak perjudian ini dimanfaatkan untuk berbagai program pembangunan, termasuk Pola Rehabilitasi Tiga Tahun (1967–1969) yang mencakup pengembangan kota, pendidikan, kesehatan, hingga kebudayaan.
Proyek besar seperti Program Perbaikan Kampung (PPK) atau Proyek MH Thamrin juga digulirkan untuk memperbaiki infrastruktur di permukiman padat penduduk. Tak hanya itu, Ali Sadikin juga membangun pusat kebudayaan seperti Taman Ismail Marzuki (TIM), mendirikan Dewan Kesenian Jakarta, dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) untuk membina generasi seniman.
Baca Juga: Suporter Teriak, Gubernur Naik Pitam: Ada Apa dengan Persikas Subang?
Warisan yang Masih Diperdebatkan
Meski sudah puluhan tahun berlalu, kebijakan Ali Sadikin ini masih menjadi bahan diskusi hangat. Sebagian menilai langkahnya berani dan visioner, sebagian lagi menganggapnya terlalu berani. Namun yang tak bisa dibantah, warisan pembangunan era Ali Sadikin masih terasa hingga kini—baik secara fisik, maupun dalam memori kolektif warga Jakarta.
“Dalam keadaan darurat, kadang kita harus mengambil keputusan yang luar biasa. Dan keputusan itu bukan selalu tentang popularitas, tapi tentang keberanian menghadapi realitas,” tulis Ali dalam Gita Jaya.
Artikel Terkait
Bongkar Pasang Jabatan Panglima TNI Mutasi 117 Pati, Danpaspampres dan Pangdam Jaya Diganti
Putusan MK Soal Sekolah Gratis Disambut Antusias 'Ini Bukan Hanya Kabar Baik, Tapi Wujud Keadilan Sosial'