Catatanfakta.com - Maraknya tindakan bunuh diri belakangan ini menjadi perhatian serius, terutama bagi para generasi milenial dan generasi Z yang tengah bergelut dengan tekanan hidup di era digital ini, Seperti Nadaa Jiilaana Waffiananda seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Kejadian tragis Nadaa Jiilaana Waffiananda baru-baru ini menambah catatan kelam, ketika seorang mahasiswi memutuskan mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai 4 di salah satu mall ternama.
Berita Nadaa Jiilaana Waffiananda menyebar dengan cepat melalui media sosial, menjadi viral dalam waktu singkat.
Baca Juga: Durian Musang King dari Raub, Pahang, Terjual dengan Harga Fantastis Rp618 Juta
Setiap konten terkait kejadian ini mendapat perhatian besar dari para netizen, terutama dari generasi Z.
Namun, yang lebih miris adalah respon mereka yang cenderung mengikuti jejak tragis si mahasiswi. Komentar-komentar yang mengungkapkan keinginan untuk mengikuti langkahnya memenuhi ruang diskusi daring.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius tentang pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental, dengan banyak generasi Z merespon secara negatif terhadap berita ini.
Beberapa di antara mereka terjebak dalam FOMO (Fear of Missing Out), sedangkan yang lain terlihat sekadar ikut-ikutan tanpa memahami konsekuensi serius dari tindakan tersebut.
Bukan hanya itu, para content creator yang sudah terkenal juga turut memberikan opini mereka, beberapa di antaranya tampaknya menyetujui atau bahkan mendukung tindakan korban.
Ini memunculkan kekhawatiran bahwa pandangan-pandangan seperti ini dapat membentuk persepsi masyarakat tentang bunuh diri.
Baca Juga: Waspada! 3 Kebiasaan yang Dapat Merusak Kesehatan Mata, Simak Tipsnya!
Perlu diingat, bunuh diri bukanlah solusi untuk mengatasi masalah, dan tindakan seperti ini tidak bisa dibenarkan dalam konteks apapun.
Perlu adanya kesadaran bersama untuk lebih berhati-hati dengan kata-kata dan pandangan yang diungkapkan di dunia maya, serta memahami bahwa kehidupan memiliki nilai yang tak ternilai.