(catatanfakta.com) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun jika ingin menduduki jabatan sipil, langsung memicu perbincangan luas. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah penting untuk memperkuat posisi Polri sebagai institusi negara yang harus berdiri di luar tarik-menarik politik.
Analis politik Boni Hargens menyampaikan dukungan penuh atas putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa Polri tidak bisa diperlakukan seperti jabatan politik yang masa jabatannya berputar mengikuti siklus pemilu. “Saya sepakat dengan MK bahwa Polri itu bagian dari negara, bukan sekadar alat kelengkapan negara sehingga jabatan Kapolri tidak bisa dibatasi seperti jabatan politik,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (13/11).
Boni memandang Polri memiliki karakter konstitusional yang berbeda. Lembaga ini memegang peran fundamental dalam menjaga stabilitas negara, sehingga posisi anggotanya tidak boleh tumpang tindih dengan ranah sipil. Ia mengingatkan bahwa rangkap jabatan justru bisa mengaburkan batas antara fungsi keamanan negara dan politik praktis.
Ia menilai putusan MK tersebut sangat membantu menjaga profesionalisme aparat. “Putusan MK ini membantu menjaga kemurnian fungsi Polri agar tetap profesional dan tidak terseret dalam tarik-menarik kepentingan politik praktis,” katanya.
Boni menambahkan bahwa masa jabatan Kapolri tidak perlu diperlakukan seperti jabatan lain yang memiliki batas periodik. Menurutnya, kebutuhan negara menjadi dasar paling penting. “Durasi jabatan harus ditentukan oleh kebutuhan negara melalui kewenangan prerogatif Presiden,” tegasnya.
Pendekatan fleksibel terhadap masa jabatan Kapolri, menurutnya, justru memungkinkan negara beradaptasi dengan tantangan keamanan yang berubah. Pembatasan kaku dianggap berpotensi merugikan, terutama ketika Kapolri yang sedang bertugas telah membangun sistem dan jaringan kerja yang kokoh.
Baca Juga: Menguak Konstitusi: Sidang MK Bahas UU Keprotokolan vs UUD 1945
Lebih jauh, Boni menilai putusan MK memberi dampak luas pada sistem ketatanegaraan. Aturan ini mempertegas batas antara institusi permanen seperti Polri dengan jabatan politik yang bersifat sementara. Ia menyebut keputusan tersebut menguatkan independensi Polri agar tidak mudah terseret kepentingan jangka pendek pemerintahan tertentu. “Saya menilai putusan MK ini memperkuat independensi Polri sebagai institusi penegak hukum yang tidak terikat kepentingan politik jangka pendek,” tuturnya.
Meski demikian, ia menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kewenangan Presiden dan prinsip kontrol konstitusional. Kapolri memang diangkat Presiden, namun tetap memerlukan persetujuan DPR. “Dengan begitu, hubungan antara Presiden dan Kapolri bersifat konstitusional, bukan atasan-bawahan dalam struktur kabinet. Ini mencerminkan tata kelola demokrasi yang sehat,” pungkasnya.