Catatan fakta.com -, Jakarta — Presiden Prabowo Subianto berencana membangun 200 Sekolah Rakyat yang menyasar anak-anak dari keluarga tidak mampu dan tergolong miskin ekstrem. Program ini dirancang sebagai sekolah berasrama (boarding school) untuk jenjang SD hingga SMA, dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun ajaran baru Juni/Juli 2025.
Pendaftaran Sekolah Rakyat telah ditutup pada 16 Mei lalu dengan total 7.700 calon siswa yang mendaftar. Mereka berasal dari kelompok desil 1 dan 2, yakni masyarakat dengan tingkat ekonomi terendah di Indonesia.
Proses Seleksi Dimulai, Pendaftaran Ditutup
Setelah pendaftaran, tahapan seleksi dimulai dengan tes kesehatan pada 21 Mei, disusul home visit dan wawancara pada 22–24 Mei. Tim verifikasi melibatkan Kemensos, BPS, dan Kemendikdasmen. Pengumuman peserta diterima dilakukan 28 Mei, sementara registrasi final direncanakan 14 Juli 2025.
Baca Juga: Topuria Ancam Oliveira Jelang UFC 317, 'Dia Akan Menderita Lawan Saya'
Kritik Tajam: "Distraksi Kontraproduktif"
Program ini menuai kritik dari berbagai kalangan. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai Sekolah Rakyat tidak menyelesaikan akar persoalan pendidikan nasional.
“Jika Sekolah Rakyat justru memisahkan dan melabeli kelompok masyarakat tertentu, maka ia hanyalah distraksi yang kontraproduktif,” ujar Ubaid, Senin (19/5).
Ia mengingatkan bahwa persoalan utama pendidikan Indonesia meliputi kualitas guru, kurikulum, infrastruktur, dan akses pendidikan yang tidak merata, yang harus dibenahi secara menyeluruh.
Baca Juga: Tiket Indonesia vs China Ludes, Erick Thohir Puji Semangat Suporter Garuda
Potensi Cipta Kasta Baru di Dunia Pendidikan?
Ubaid juga menyoroti potensi segmentasi pendidikan berdasarkan status sosial yang menurutnya mengarah pada praktik diskriminatif serupa era kolonial.
“Ini bisa menciptakan stigma negatif, seolah-olah lulusan Sekolah Rakyat berasal dari pendidikan kelas bawah,” tegasnya.
Ia menegaskan, keadilan pendidikan seharusnya dicapai dengan memperkuat sekolah negeri yang sudah ada dan memastikan kualitasnya merata di seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga: Polda Banten Tangkap Charlie Chandra Tersangka Pemalsuan Sertifikat Tanah Seluas 8,7 Hektar di PIK
Solusi Inklusif atau Inovasi Keliru?
Di tengah ambisi membangun 100 sekolah melalui APBN dan 100 lainnya melalui swasta, pertanyaan besar muncul: apakah Sekolah Rakyat menjadi langkah inklusif atau justru bentuk pengotakan sosial dalam sistem pendidikan?
Jawabannya masih menunggu waktu. Namun publik berharap agar kebijakan ini tidak hanya tampak populis di permukaan, tapi betul-betul menyentuh substansi pemerataan dan kualitas pendidikan nasional.