Langkah itu disebut sebagai upaya menciptakan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan di lingkungan pemerintahan.
Menurut Dedi, publikasi tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi kinerja birokrasi, sehingga masyarakat dapat menilai langsung bagaimana komitmen ASN dalam memberikan pelayanan publik.
Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Sebagian pihak menilai langkah tersebut sebagai terobosan berani untuk menegakkan disiplin, sementara yang lain menganggapnya berpotensi melanggar etika dan privasi pegawai negeri.
DPRD Jawa Barat bahkan mengingatkan agar Gubernur berhati-hati dalam menerapkan kebijakan tersebut, karena bisa menimbulkan efek psikologis negatif bagi ASN dan menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif.
Baca Juga: Adi Sanjaya Siap Maju Jadi Ketua KNPI Kecamatan Kemang: Panggilan Pengabdian untuk Pemuda
Dedie: Reformasi Birokrasi Butuh Sistem, Bukan Sensasi
Dedie menilai, penegakan disiplin ASN harus dilakukan melalui sistem yang terukur, bukan lewat pendekatan yang bersifat sensasional.
Ia menyebut, Pemkot Bogor saat ini tengah fokus membangun budaya kerja yang berbasis meritokrasi, di mana setiap ASN dinilai berdasarkan capaian dan kontribusinya terhadap pelayanan publik.
“Kita ingin birokrasi yang sehat dan profesional. Reformasi ASN itu butuh sistem yang kuat, bukan sensasi. Jadi mari kita bangun dengan cara yang bermartabat,” tutur Dedie.
Ia menegaskan, selama ini Pemkot Bogor juga rutin melakukan monitoring kinerja harian, pemberian penghargaan bagi pegawai berprestasi, serta evaluasi berkala terhadap tingkat absensi dan produktivitas.
“Kalau ada yang malas atau menurun kinerjanya, kita punya cara sendiri. Ada pembinaan, ada sanksi administrasi, tapi semuanya dilakukan tertutup dan proporsional,” jelasnya.
Baca Juga: UU BUMN Disahkan, Kementerian BUMN Berubah Jadi Badan: Begini Nasib Pegawainya
Dukungan dan Respons Publik
Sikap Dedie A. Rachim tersebut menuai beragam respons dari masyarakat dan pengamat kebijakan publik.
Sebagian besar menilai pendekatan Dedie lebih humanis dan konstruktif, dibandingkan dengan kebijakan yang bersifat menghukum secara terbuka.
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Pakuan, Ahmad Wibowo, langkah Dedie sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
“Transparansi penting, tapi harus dibedakan antara akuntabilitas dan mempermalukan. Yang dilakukan Pemkot Bogor itu lebih elegan karena tetap mengedepankan pembinaan,” ujarnya.
Ahmad menilai, membangun disiplin ASN membutuhkan keseimbangan antara reward dan punishment, serta pembinaan yang berkelanjutan.
Artikel Terkait
Pemkab Bogor Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila, Bupati Ajak Warga Amalkan Nilai Kebangsaan
Rp8,4 Miliar Dana PBI BPJS Kesehatan Kota Bogor Belum Cair, Pemkot Desak Pemprov Jabar Segera Salurkan