Catatanfakta.com - Pintu apartemen itu selalu tertutup rapat. Tak ada suara dari dalam. Tak ada aktivitas mencurigakan, kecuali satu: bau menyengat yang perlahan tapi pasti mulai menebar ke lantai-lantai di sekitarnya. Warga sekitar kawasan DHA Phase VI, Karachi, mulai merasa ada yang tidak beres. Di sanalah Humaira Asghar Ali tinggal—sendiri, dalam diam, dalam misteri yang akhirnya terkuak dengan cara paling menyayat hati.
Pada suatu malam yang tenang, tepat pukul 03.00 dini hari waktu setempat, seorang tetangga yang sudah tak tahan dengan rasa curiga dan bau tak wajar itu akhirnya menghubungi polisi. Tidak ada yang menyangka, panggilan tersebut akan membuka lembaran kelam dari kehidupan seorang perempuan yang sempat bersinar di media sosial.
Petugas datang dan mencoba menghubungi penghuni apartemen. Namun, tak ada respons. Pintu dikunci rapat. Setelah memastikan situasi cukup genting, polisi memutuskan mendobrak pintu utama. Saat daun pintu terbuka, pemandangan memilukan menyambut mereka: tubuh Humaira terbujur kaku di lantai, telah membusuk parah.
Baca Juga: BMKG dan BNPB Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam Demi Lindungi Jabodetabek
Menghilang dalam Senyap
Penemuan jenazah ini bukan sekadar soal kematian. Ini adalah kisah tentang kesendirian yang membungkam, tentang seorang perempuan yang begitu lama tak terlihat, tapi juga tak dicari. Menurut dokter forensik Dr. Summaiya Syed dari Jinnah Postgraduate Medical Centre, tubuh Humaira sudah berada dalam fase dekomposisi lanjut, yang berarti ia sudah meninggal sejak lama.
Hasil penyelidikan lebih lanjut membenarkan dugaan itu. Berdasarkan data forensik digital dan catatan aktivitas media sosial, polisi menduga Humaira telah meninggal sejak Oktober 2024. Unggahan terakhirnya di Facebook tercatat pada 11 September, dan di Instagram pada 30 September 2024.
Deputy Inspector General of Police, Syed Asad Raza, mengonfirmasi bahwa catatan panggilan terakhir Humaira terjadi pada Oktober 2024. Setelah itu, keheningan total. Tak ada jejak. Tak ada siapa pun yang mencarinya.
Baca Juga: Gagal Bangun Pabrik di Meksiko, BYD Terjepit Tekanan Politik AS dan Regulasi Lokal
Runtuhnya Hubungan Keluarga
Seiring dengan penemuan jasad dan data digital yang menguatkan waktu kematian, polisi mulai menelusuri informasi untuk menghubungi keluarga Humaira. Namun, yang mereka temukan bukan kehangatan keluarga, melainkan penolakan.
Menurut laporan dari Gulf News, ayah Humaira—seorang pensiunan dokter militer—secara tegas menolak mengambil jenazah anaknya. Alasannya, mereka sudah lama putus hubungan. Kakaknya pun mengambil sikap serupa. Akhirnya, satu-satunya kerabat yang bersedia adalah iparnya, yang rela datang dari Lahore ke Karachi untuk mengurus pemakaman.
Namun, jika pada akhirnya sang ipar batal datang, sejumlah pihak dari dunia hiburan dan Dinas Kebudayaan Sindh menyatakan siap turun tangan. Mereka tidak ingin Humaira pergi tanpa penghormatan yang layak.
Baca Juga: Melly Mike Siap Guncang Riau, Aura Farming dan 'Young Black and Rich' Hidupkan Pacu Jalur 2025
Hidup yang Tersisih
Dalam apartemen yang sunyi itu, polisi menemukan petunjuk-petunjuk tragis tentang hari-hari terakhir Humaira. Makanan yang sudah kadaluarsa, stoples yang berkarat, dan listrik yang telah diputus karena tagihan yang tak dibayar.
Dua pejabat yang tak disebutkan namanya menyebutkan bahwa kematiannya kemungkinan terjadi antara waktu pembayaran listrik terakhir dan pemutusan layanan. Bisa jadi, ia meninggal dalam kondisi tak ada penerangan, tak ada makanan segar, dan tanpa satu pun orang di sekitarnya.
Artikel Terkait
Puncak yang Bersih: Langkah Tegas Satpol PP Bongkar TPS Ilegal
Di Balik Pintu Polda Jatim, Khofifah Diperiksa Sebagai Saksi Dana Hibah