Baca Juga: Sah! Al Ghazali dan Alyssa Daguise Resmi Menikah, Akad Penuh Haru Digelar di Jakarta
Petaka Menanti Danantara?
Kritik juga datang dari peneliti NEXT Indonesia, Herry Gunawan, yang menilai penempatan ini justru menjadi pertanda bahwa BUMN masih dijadikan alat politik kekuasaan.
“Jangan-jangan BUMN dianggap sebagai harta rampasan perang. Ini bukan hanya soal pengaruh politik, tapi bisa menjadi celah rente dalam proyek-proyek investasi ke depan,” tegasnya.
Herry mengingatkan bahwa korporasi idealnya dikelola oleh sipil, kecuali untuk BUMN strategis yang langsung berkaitan dengan pertahanan negara.
Baca Juga: Final Destination: Bloodlines – Horor Nostalgia Bernuansa Keluarga yang Mengejutkan
Talent Pool Hanya di Atas Kertas
Program Talent Pool yang selama ini diklaim sebagai strategi suksesi pemimpin BUMN juga dipertanyakan. Herry menyebut Peraturan Menteri BUMN No. PER-1/MBU/03/2023 tentang penugasan dan tanggung jawab sosial hanya menjadi jargon belaka.
“Nyatanya, pimpinan BUMN bisa datang dari mana saja: politisi, pensiunan TNI, hingga pensiunan Polri. Lalu apa gunanya kita punya Talent Pool?” cetusnya.
Arah BUMN Harus Diperjelas
Baik Danang maupun Herry sepakat bahwa BUMN perlu memiliki arah dan tujuan yang tegas: apakah berorientasi pada keuntungan, pelayanan publik, atau menjadi alat kekuasaan politik.
“Kalau orientasi tidak jelas, maka kinerja BUMN akan terus kalah bersaing dengan perusahaan swasta di sektor yang sama,” pungkas Danang.
Kini, masyarakat hanya bisa berharap bahwa kehadiran para purnawirawan ini tidak menjadikan BUMN sekadar ‘ladang parkir politik’, tapi betul-betul berkontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional.
Artikel Terkait
Gempa Dahsyat 1867 Guncang Jawa Ribuan Tewas, Yogyakarta Rata dengan Tanah
BNPT Negara Harus Berdiri Tegak Hadapi Ancaman Radikalisme Demi Stabilitas NKRI