Kasino dan Jakarta, Saat Perjudian Legal Jadi Sumber Pembangunan Ibu Kota

photo author
- Jumat, 13 Juni 2025 | 10:00 WIB
ilustrasi Kasino (Tamer Tourque/ akun Pixabay)
ilustrasi Kasino (Tamer Tourque/ akun Pixabay)

Catatanfakta.com -, Jakarta – Wacana legalisasi perjudian kembali mengemuka dalam rapat anggota DPR RI baru-baru ini. Gagasan ini muncul sebagai upaya menggali potensi pemasukan daerah, termasuk sebagai sumber pendanaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang kini menjadi prioritas nasional.

Meski kontroversial, sejarah mencatat bahwa perjudian legal—dalam bentuk kasino—bukanlah hal asing bagi Indonesia. Praktik ini pernah dilegalkan secara resmi pada era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada akhir 1960-an dan sempat menjadi sumber utama pendapatan pembangunan Jakarta.

Ketika Jakarta Miskin Anggaran

Pada tahun 1967, Ali Sadikin dihadapkan pada tantangan besar: membangun Jakarta dari kondisi minim infrastruktur dan kekurangan dana. Dalam situasi yang sulit tersebut, ia mengambil langkah berani dengan melegalkan perjudian, bukan semata untuk membenarkan praktik judi, melainkan untuk mengalihkan aliran uang dari perjudian ilegal ke kas pemerintah.

Mengutip Sinar Harapan edisi 21 September 1967, kebijakan ini ditempuh untuk memotong aliran dana perjudian yang selama ini jatuh ke tangan oknum pelindung dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Pemerintah mencatat bahwa keuntungan dari praktik perjudian ilegal kala itu mencapai sekitar Rp300 juta per tahun, namun seluruhnya masuk ke kantong pribadi para “pelindung”.

Ali Sadikin menyatakan bahwa jika perjudian tidak bisa dihapuskan sepenuhnya, maka lebih baik diatur dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik, seperti pembangunan jembatan, rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur dasar lainnya.

Baca Juga: Rambah Indonesia, ANGEL Hadirkan Teknologi Pemurnian Air Standar Antariksa

Kasino Legal Pertama di Indonesia

Langkah konkret mewujudkan ide ini terjadi pada 21 September 1967 lewat Surat Keputusan Gubernur No. 805/A/k/BKD/1967, yang secara resmi mengesahkan operasional perjudian di DKI Jakarta.

Berdasarkan laporan Kompas tertanggal 23 November 1967, lokasi kasino legal pertama berada di kawasan Petak Sembilan, Glodok, dan dibuka atas kerja sama antara Pemprov DKI dan seorang Warga Negara China bernama Atang. Kasino ini beroperasi nonstop setiap hari, di bawah pengawasan aparat keamanan.

Namun, kasino tersebut hanya terbuka untuk warga negara keturunan Tionghoa—baik WNA maupun WNI. Masyarakat umum, khususnya warga asli Indonesia, tidak diperkenankan berjudi di sana. Meski dibatasi, animo masyarakat sangat tinggi. Pengunjung berdatangan dari berbagai daerah, seperti Medan, Pontianak, Bandung, hingga Makassar.

Baca Juga: Fraksi PPP Dukung Penuh Rencana Perda Pengelolaan Drainase, Solusi Atasi Banjir dan Tata Pemukiman

Mengalirkan Dana Miliaran Rupiah ke Pemerintah

Kasino Petak Sembilan langsung menyumbang pemasukan signifikan. Kompas mencatat bahwa pajak dari satu arena perjudian saja bisa menghasilkan sekitar Rp25 juta per bulan. Jika dikonversi ke emas pada masa itu, nilainya setara 108 kilogram emas, atau kira-kira Rp200 miliar dalam nilai sekarang.

Itu baru dari satu kasino. Dalam beberapa tahun kemudian, kasino serupa juga dibuka di kawasan Ancol, yang turut menyumbang pendapatan ke Pemprov DKI. Ali Sadikin menggunakan dana ini untuk membangun berbagai fasilitas publik: jembatan, rumah sakit, sekolah, hingga infrastruktur dasar lainnya.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun, anggaran Jakarta yang semula hanya puluhan juta rupiah, melonjak drastis menjadi Rp122 miliar pada 1977. Dana besar tersebut menjadi fondasi pembangunan Jakarta sebagai kota modern pada zamannya.

Baca Juga: Legislator PPP Ini Tak Hanya Duduk di Kantor, Hasani Kawal Pengecoran Jalan Hingga Tengah Malam

Akhir dari Perjudian Legal di Jakarta

Meski terbukti menghasilkan dana besar dan berdampak langsung pada pembangunan, legalisasi perjudian tidak berlangsung lama. Pada tahun 1974, pemerintah pusat menerbitkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yang melarang semua bentuk perjudian di seluruh wilayah Indonesia.

Sejak saat itu, kasino legal yang pernah eksis di Jakarta ditutup, dan era perjudian legal pun berakhir. Namun, kebijakan Ali Sadikin tetap dikenang sebagai salah satu langkah kontroversial yang berhasil mengatasi krisis anggaran dan mempercepat pembangunan ibu kota.

Wacana yang Berulang

Kini, lebih dari setengah abad kemudian, wacana serupa kembali mencuat. Meski tantangan sosial dan regulasi jauh lebih kompleks, sebagian pihak berpendapat bahwa legalisasi perjudian—jika dikelola secara ketat dan transparan—dapat menjadi sumber pendanaan alternatif untuk pembangunan nasional, termasuk IKN Nusantara.

Baca Juga: Target Infrastruktur Rp1.900 Triliun Era Prabowo, Pemerintah Andalkan KPBU dan Swasta

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Nurhadi.

Sumber: Beragam Sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB
X