Pulau Gag, Surga Tersembunyi Raja Ampat Kaya Teripang, Tambang Nikel, dan Tradisi Bahari

photo author
- Senin, 9 Juni 2025 | 08:24 WIB
tambang nikel di kawasan Raja Ampat Papua Barat (dok youtube Greenpeace)
tambang nikel di kawasan Raja Ampat Papua Barat (dok youtube Greenpeace)

Catatanfakta.com -, Jakarta – Di balik kemilau pariwisata Raja Ampat yang mendunia, Pulau Gag menjadi permata tersembunyi yang menyimpan keindahan alam sekaligus potensi kekayaan mineral luar biasa.

Pulau kecil di bagian barat Papua Barat Daya ini tak hanya dikenal dengan bentang alam yang memesona, tetapi juga sejarah, budaya bahari, dan kandungan nikel yang strategis.

Pulau Gag disebut-sebut sebagai “surga teripang” oleh masyarakat setempat. Nama Gag sendiri berasal dari sebutan lokal untuk hewan laut bernilai tinggi ini, yang banyak ditemukan para leluhur ketika pertama kali menjejakkan kaki di perairan sekitar pulau. Sejak saat itu, daerah ini dikenal sebagai Pulau Gag.

Baca Juga: 7 Drama Korea dengan Plot Twist Terkejutkan Jiwa, Siap-Siap Dikecoh hingga Akhir Episode!

Topografi Unik dan Alam yang Kaya

Pulau Gag memiliki topografi bergelombang dengan lembah-lembah hijau dan perbukitan yang mendominasi wilayah barat. Puncak tertinggi berada di Gunung Susu dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut. Panorama dari puncaknya menawarkan lanskap laut biru Raja Ampat yang memanjakan mata.

Keanekaragaman hayati perairan Pulau Gag sangat tinggi. Laut di sekelilingnya menjadi rumah bagi berbagai spesies ikan seperti tuna, kembung, samandar, baronang, kurisi, bobara, bahkan hiu dan lobster. Tidak mengherankan jika masyarakat di sana sangat bergantung pada hasil laut sebagai sumber mata pencaharian utama.

Nelayan setempat rutin menangkap ikan untuk konsumsi keluarga atau dijual di pasar lokal. Sebagian hasil tangkapan juga dijual kepada pengepul dari Sorong yang rutin datang membeli hasil laut segar dari pulau tersebut.

Baca Juga: Behind the Scene: Kisah Seru di Balik Produksi Film Lokal Populer 2025

Tradisi Bahari dan Kehidupan Agraris

Masyarakat Pulau Gag umumnya bekerja sebagai nelayan, petani kebun, penokok sagu, pembuat kopra, dan pedagang. Aktivitas ekonomi warga bergantung pada musim dan cuaca. Ketika laut tidak bersahabat, mereka beralih ke ladang untuk berkebun atau mengolah hasil hutan.

Lahan pertanian masyarakat berada di lembah-lembah yang subur. Mereka menanam tanaman seperti terong, kangkung, singkong, ubi jalar, cabai, hingga sirih dan pinang. Aktivitas berkebun ini bersifat subsisten, yakni hanya untuk konsumsi pribadi, dan jika ada lebih barulah dijual ke tetangga atau ke luar pulau.

Pohon sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa juga menjadi tumpuan hidup. Sagu ditokok untuk dijadikan makanan pokok atau dijual sebagai komoditas bernilai ekonomi. Selain itu, kelapa yang tumbuh lebat di sepanjang pesisir dimanfaatkan untuk memproduksi kopra, yang dijual ke luar pulau.

Baca Juga: 10 Serial Indonesia Terbaru di Platform Streaming yang Wajib Ditonton Tahun Ini

Potensi Tambang Nikel dan Tantangannya

Di balik kehidupan tradisional yang damai, Pulau Gag menyimpan salah satu harta karun mineral terbesar di kawasan timur Indonesia: nikel. Kandungan nikel di Pulau Gag telah lama menarik perhatian investor, dan sempat menjadi lokasi eksplorasi perusahaan tambang multinasional.

Namun, keberadaan tambang juga menimbulkan pro dan kontra. Beberapa pihak mengkhawatirkan dampak ekologis jangka panjang terhadap alam Raja Ampat yang masih perawan, terutama karena pulau ini berada di kawasan ekosistem karst laut dan terumbu karang yang sangat sensitif.

Menurut laporan terbaru dari Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), masih terjadi perbedaan temuan mengenai kelayakan tambang dan dampak lingkungannya. Ini menjadi perdebatan yang belum selesai antara pengembangan ekonomi dan konservasi.

Baca Juga: Film Horor Indonesia Sebelum 7 Hari Tayang di Netflix 5 Juni 2025, Ini Sinopsis dan Daftar Pemain Lengkapnya

Keseimbangan antara Tradisi dan Kemajuan

Masyarakat Pulau Gag hidup dalam kearifan lokal yang erat dengan alam. Tradisi bahari masih kuat melekat, dari pola menangkap ikan secara lestari, hingga pengelolaan sagu dan kelapa tanpa merusak lingkungan.Banyak yang berharap bahwa jika pengelolaan sumber daya dilakukan, harus berbasis keberlanjutan dan melibatkan masyarakat lokal.

“Pulau ini punya kekayaan laut dan darat. Tapi jangan sampai karena nikel, hutan dan laut rusak. Kita hidup dari sini,” ujar salah satu warga Pulau Gag kepada media lokal.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Nurhadi.

Sumber: Beragam Sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB
X