"Barang-barang yang dijual di toko online sering kali merupakan barang impor, dan ada juga masalah persaingan harga yang tidak sehat.
Ini memengaruhi banyaknya pasar yang sepi. Akan tetapi, terdapat banyak faktor lain yang turut berperan," tambahnya.
**Tren Penurunan Minat Konsumen**
Selain itu, Bhima juga menjelaskan bahwa sebelum popularitas toko online meningkat, minat masyarakat terhadap produk non-pangan telah mengalami penurunan.
Terutama, penjualan produk pakaian jadi yang umumnya dijual di pasar-pasar juga mengalami penurunan permintaan.
"Sebelum popularitas TikTok Shop dan sejenisnya, terdapat tren penurunan minat konsumen, terutama dalam pembelian produk pakaian jadi yang banyak dijual di pasar-pasar," ungkap Bhima.
Baca Juga: Malaysia Berani Langkah Tegas: Penutupan Sekolah dan Hujan Buatan untuk Lawan Kabut Asap!
**Faktor Kenaikan Harga**
Selain itu, faktor kenaikan harga beras dan BBM nonsubsidi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir juga memperburuk kondisi keuangan masyarakat.
Menurut Bhima, faktor-faktor ini telah membuat masyarakat enggan berbelanja dan berdampak pada menurunnya jumlah pengunjung pasar.
"Apalagi saat ini, masyarakat, terutama yang berada di kelas menengah ke bawah, lebih fokus pada kebutuhan pangan.
Harga beras naik sekitar 18% dalam satu tahun terakhir, dan kebutuhan pasca pandemi ternyata juga tinggi.
Baca Juga: Malaysia Mengirimkan Surat Resmi ke Indonesia Terkait Kabut Asap
Kenaikan harga BBM non-subsidi juga berulang kali terjadi. Semua faktor ini menyebabkan masyarakat enggan berbelanja di pasar fisik, sehingga ada faktor lain yang berperan dalam sepinya pasar," jelasnya.
Dengan demikian, meskipun toko online memiliki dampak yang signifikan, tidak hanya faktor ini yang menyebabkan sepinya pasar-pasar tradisional.
Artikel Terkait
Perspektif Sosiologi: Membuka Pintu ke Dunia yang Tak Diketahui
Pentingnya Sosiologi dalam Memahami Realitas Sosial dalam Konteks UUD 1945
"Memahami Pancasila dan Kewarganegaraan: Kunci Membentuk Generasi Penuh Karakter"