Catatanfakta.com -, Sebuah tayangan layar lebar kembali menyentuh benak publik—bukan hanya karena aksi atau ketegangan yang ditawarkan, tetapi karena refleksi dalam tentang pengorbanan seorang aparat dalam menghadapi dua dunia: negara dan keluarga.
Pada Jumat, 9 Mei 2025, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghadiri nonton bareng (nobar) film Sayap-Sayap Patah 2: Olivia di Plaza Senayan XXI. Acara ini turut dihadiri oleh Wakapolri Komjen Ahmad Dofiri, dan sejumlah pejabat utama Polri lainnya. Namun yang paling menyita perhatian bukan sekadar kehadiran mereka, melainkan pesan penting yang dibawa film ini.
Baca Juga: Garuda Muda Bidik Olimpiade 2028, 10 Pemain Keturunan Siap Perkuat Timnas U-23
“Film ini mengingatkan pentingnya mencegah radikalisme dan menjaga lingkungan sekitar kita dari penyebaran paham berbahaya,” ujar Kapolri usai nobar.
Ketika Tugas Negara Merenggut Waktu Bersama Anak
Disutradarai oleh Ferry Fei Irawan dan diproduksi oleh Denny Siregar Production, film ini menyuguhkan kisah Pandu (Arya Saloka), anggota Densus 88 AT Polri yang kini menjadi ayah tunggal. Setelah kehilangan istrinya, Pandu harus membesarkan putri kecilnya, Olivia (Myesha Lin), di tengah tekanan tugas negara yang tak mengenal jam kerja.
Namun, tragedi masa lalu kembali menghantui saat Leong (Iwa K), pimpinan kelompok teroris lama, menargetkan Pandu sebagai musuh utamanya. Pandu terpaksa menjalani penyelidikan terhadap Leong dan kelompoknya, sekaligus menghadapi ancaman nyata yang membayangi putrinya sendiri.
Film ini menawarkan kombinasi apik antara tensi aksi, drama keluarga, dan konflik batin seorang penegak hukum.
Baca Juga: Razia Pekat di Bogor: 11 Wanita Diduga PSK Online dan Ratusan Botol Miras Diamankan
“Sulitnya bertugas dan bertemu keluarga digambarkan begitu realistis. Namun semangat anggota Polri tetap terjaga untuk melindungi masyarakat,” ungkap Jenderal Sigit.
Bukan Sekadar Film, Tapi Sarana Edukasi Radikalisme
Melalui alur dramatis dan momen emosional, film ini mengajak penonton untuk memahami bahwa radikalisme bukan hanya soal aksi teror, tetapi juga tentang bagaimana ideologi kekerasan merusak kehidupan manusia dari berbagai sisi.
Dengan latar fiksi yang terinspirasi dari tragedi bom di Gereja Oikumene Samarinda tahun 2016, film ini menjadi cermin sosial bahwa ancaman teror tidak hanya menyasar lembaga negara, tetapi juga rumah dan anak-anak kita.
Baca Juga: Roy Suryo Dicecar 24 Pertanyaan soal Ijazah Jokowi, Polda Metro Jaya Ungkap Progres Penyidikan
“Terima kasih kepada tim produksi yang sudah menggambarkan ini dengan menyentuh. Semoga bisa menjadi bahan refleksi dan edukasi,” lanjut Kapolri.
Solidaritas Polri dan Pesan Kemanusiaan
Acara nobar ini juga menjadi momen untuk mempererat solidaritas internal Korps Bhayangkara. Hadir dalam acara ini: