catatanfakta.com – Polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali menguat setelah Polda Metro Jaya menetapkan delapan tersangka dalam dua klaster berbeda. Pakar hukum Teuku Nasrullah angkat suara dan menilai bahwa persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan pembuktian yang jelas serta kepentingan umum yang lebih luas.
Teuku menjelaskan bahwa dalam hukum, pembuktian palsu atau asli memiliki dua jalur. “Saya bisa membuktikan bahwa itu palsu, saya membawa bukti-bukti, atau saya tidak bisa membuktikan bahwa itu palsu,” ujarnya saat tampil dalam acara Indonesia Lawyers Club Reborn pada 15 November 2025. Ia bahkan mengibaratkan kasus tersebut seperti menuduh baju Karni Ilyas palsu, yang menurutnya bisa berbalik menjadi tuntutan jika tak mampu dibuktikan.
Menurut Teuku, salah satu mekanisme penting adalah menghadirkan penerbit ijazah. “Penerbit menyampaikan kepada aparat penegak hukum ini speknya. Dalam proses penegakan hukum diuji dengan pemikiran keahlian, para ahli dihadirkan untuk menguji itu,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa pembuktian dari sumber resmi menjadi kunci menentukan arah sebuah tuduhan.
Teuku juga mengingatkan bahwa dalam kasus pencemaran nama baik, harus ada pembuktian bahwa tuduhan memang tidak benar. Ia mengutip pandangan pakar lain yang menyebut bahwa seseorang baru bisa dijerat fitnah jika keaslian objek yang dituduhkan dapat dipastikan. “Baru bisa dihukum setelah dapat dibuktikan bahwa baju Pak Karni itu asli,” katanya.
Ketika menyinggung konteks ijazah Jokowi, Teuku menilai bahwa kritik yang berkaitan dengan syarat pencalonan presiden masuk dalam kategori kepentingan publik. “Kita melihat apakah kasus ijazah palsu Pak Jokowi ini tidak dikaitkan dengan kepentingan pribadi. Ini lebih kepada persyaratan KPU dalam pencalonan Presiden,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa pertanyaan publik mengenai syarat pemimpin negara adalah bagian dari kepentingan umum.
Teuku juga mengingatkan aparat agar menghindari praktik penegakan hukum yang asal-asalan. “Tidak boleh ada moral hazard. Masukkan saja dulu, nanti nggak terbukti nggak apa-apa, yang penting bisa tahan. Itu problem dalam penegakan hukum,” tegasnya. Ia meminta masyarakat tetap kritis agar tidak ada penggunaan pasal yang hanya menjadi cantolan. “Kalau kita cinta dengan aparat hukum, hindari penggunaan pasal-pasal yang sekadar untuk menjerat,” tambahnya.
Baca Juga: Jokowi Datangi Polda Metro Jaya, Laporkan Empat Orang Terkait Tuduhan Ijazah Palsu
Sementara itu, polisi telah membagi dua klaster tersangka. Klaster pertama terdiri dari ES, KTR, MRF, RE, dan DHL yang dijerat Pasal 310, 311, 160 KUHP hingga Pasal 27a dan 28 Ayat 2 UU ITE. Klaster kedua berisi RS, RHS, dan TT dengan kombinasi pasal yang serupa, termasuk pasal pemalsuan dokumen digital.
Artikel Terkait
Mengungkap Fakta tentang Kasus Ijazah Palsu Raka Buming Raka
Roy Suryo Dicecar 24 Pertanyaan soal Ijazah Jokowi, Polda Metro Jaya Ungkap Progres Penyidikan
UGM Tolak Launching Buku Jokowi’s White Paper, Roy Suryo Cs Gelar Acara di Kafe
Roy Suryo Beberkan Isi Buku Jokowi’s White Paper: Bongkar Ijazah hingga Skripsi Jokowi