Catatanfakta.com -, Jakarta – Proyek kontroversial Worldcoin, yang menggunakan teknologi pemindaian bola mata untuk verifikasi identitas digital, akan resmi diluncurkan di Inggris pekan ini. Proyek yang didirikan oleh CEO OpenAI, Sam Altman, tersebut akan mulai beroperasi di London pada Kamis (pekan ini), dan secara bertahap diperluas ke kota-kota besar lainnya seperti Manchester, Birmingham, Cardiff, Belfast, dan Glasgow dalam beberapa bulan ke depan.
Langkah peluncuran di Inggris ini dilakukan di tengah penolakan dari sejumlah negara, termasuk Indonesia, Jerman, dan Prancis, yang mempertanyakan dampaknya terhadap privasi dan perlindungan data pribadi.
Teknologi Bola Mata dan Verifikasi Manusia
Proyek Worldcoin bertujuan menciptakan sistem identitas digital global berbasis biometrik iris mata. Melalui perangkat berbentuk bola logam futuristik yang disebut Orb, pengguna dapat memindai iris mereka. Hasil pemindaian akan menghasilkan kode unik terenkripsi yang menjadi tanda digital bahwa seseorang adalah manusia, bukan robot atau kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga: Ilmuwan Italia Klaim Temukan Kota Bawah Tanah di Bawah Piramida Mesir
Kode ini, menurut pihak Worldcoin, tidak menyimpan data biometrik asli. Setelah pembuatan kode selesai, data iris pengguna disebut akan langsung dihapus untuk menjaga privasi. Sistem ini juga tidak terhubung ke cloud dan sepenuhnya berjalan secara terdesentralisasi melalui jaringan perangkat pribadi pengguna.
Menurut Adrian Ludwig, Kepala Arsitek di Tools for Humanity, kontributor utama di balik Worldcoin, proyek ini tengah mengalami lonjakan permintaan signifikan baik dari perusahaan maupun pemerintah di berbagai negara. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran global atas penipuan berbasis AI yang meningkat pesat.
“Verifikasi manusia kini jadi masalah serius karena AI sudah bisa meniru suara, wajah, dan bahkan perilaku seseorang. Kami percaya Worldcoin bisa menjadi solusi untuk itu,” ujar Ludwig dalam wawancara dengan TechCrunch.
Baca Juga: Katy Perry dan Orlando Bloom Dikabarkan di Ambang Perpisahan
Resistensi dan Penolakan Global
Meski diklaim aman dan inovatif, Worldcoin sejak awal kemunculannya pada 2021 tak luput dari kritik dan kontroversi. Masalah utamanya terletak pada privasi pengguna, keamanan data biometrik, serta ketidakjelasan penggunaan data jangka panjang oleh penyelenggara.
Inggris sendiri sempat menyelidiki Worldcoin pada tahun 2023, dan regulator sempat mengajukan berbagai pertanyaan kritis terhadap pelaksanaan dan dasar hukum dari proyek ini. Meski akhirnya mengizinkan peluncuran, investigasi tersebut menandakan bahwa kekhawatiran tetap ada di kalangan otoritas.
Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membekukan operasi Worldcoin. Salah satu alasan utamanya adalah ketidaksesuaian pada pendaftaran sistem elektronik serta potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Baca Juga: FAST Kantongi Fasilitas Kredit Rp925 Miliar dari Bank Mandiri
“Kami mendapati bahwa lebih dari 500.000 warga Indonesia telah terdaftar dan menerima insentif dari pemindaian iris ini sebelum proses pendaftaran secara resmi selesai,” ungkap juru bicara Kominfo.
Tak hanya Indonesia, Jerman dan sejumlah negara Uni Eropa juga menolak keberadaan Worldcoin karena dianggap tidak mematuhi regulasi GDPR. Sementara di Singapura dan India, investigasi masih berlangsung. Bahkan, muncul kekhawatiran bahwa praktik jual-beli akun Worldcoin bisa melanggar aturan keuangan dan pembayaran lintas negara.
Model Insentif: Uang untuk Bola Mata
Salah satu hal yang menarik perhatian publik adalah insentif finansial yang diberikan Worldcoin kepada peserta. Pengguna yang bersedia memindai irisnya akan mendapatkan token crypto WLD atau insentif setara mata uang lokal. Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dan Kenya, hal ini sempat menyebabkan lonjakan pendaftar.
Baca Juga: Bank DKI Resmi Jadi Induk KUB, IPO Direncanakan Tahun Depan
Artikel Terkait
Trump Ngamuk ke The Fed! Desak Suku Bunga Dipangkas Gara-Gara Ekonomi Lesu
ParagonCorp Unjuk Gigi di Panggung Akuntansi Global, Jadi Sorotan di Konferensi Internasional MIA 2025