Musim Kemarau Basah 2025, Waspadai Hujan Deras dan Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah

photo author
- Rabu, 28 Mei 2025 | 11:06 WIB
ota Tua, Tamansari, Jakarta Barat dipadati pengunjung, baik lokal maupun mancanegara pada hari raya Natal meskipun cuaca mendung, Rabu (25/12/2024). ANTARA/Risky Syukur
ota Tua, Tamansari, Jakarta Barat dipadati pengunjung, baik lokal maupun mancanegara pada hari raya Natal meskipun cuaca mendung, Rabu (25/12/2024). ANTARA/Risky Syukur

Catatanfakta.com -, Jakarta — Musim kemarau tahun ini terasa berbeda. Alih-alih kering dan gersang, sejumlah wilayah di Indonesia justru diguyur hujan deras. Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah, dan menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi ini berpotensi berlangsung hingga awal Juni 2025.

Dalam laporan cuaca mingguan BMKG untuk periode 27 Mei–2 Juni 2025, disebutkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia saat ini masih berada pada masa pancaroba, yaitu transisi dari musim hujan ke musim kemarau.

Namun, alih-alih kering, cuaca justru didominasi oleh curah hujan tinggi yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.

Baca Juga: Presiden Prabowo Siapkan 6 Stimulus Ekonomi, Diskon Tol hingga Bantuan Upah Mulai 5 Juni

Hujan Deras hingga Ekstrem Mewarnai Sejumlah Daerah

Selama sepekan terakhir, BMKG mencatat beberapa wilayah mengalami hujan sangat lebat hingga ekstrem. Beberapa di antaranya:

  • Kota Ambon, Maluku (199,9 mm/hari) pada 19 Mei 2025

  • Kabupaten Gresik, Jawa Timur (103,3 mm/hari) pada 19 Mei 2025

  • Kepulauan Tanimbar, Maluku (107,0 mm/hari) pada 20 Mei 2025

  • Kota Tangerang, Banten (118,4 mm/hari) pada 21 Mei 2025

Curah hujan di atas 150 mm/hari dikategorikan sebagai hujan ekstrem, dan ini dapat berdampak besar terhadap aktivitas masyarakat dan infrastruktur di daerah terdampak.

Fenomena Atmosfer Penyebab Kemarau Basah

BMKG menjelaskan bahwa kemarau basah ini dipengaruhi oleh sejumlah fenomena atmosfer global dan regional yang aktif dalam beberapa hari terakhir. Salah satunya adalah Madden-Julian Oscillation (MJO) yang saat ini berada pada fase ke-4, yaitu fase yang mendukung terbentuknya awan hujan di wilayah barat Indonesia.

Selain MJO, terdapat pula gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial, Kelvin, dan Low Frequency yang masih aktif. Keberadaan sirkulasi siklonik serta labilitas atmosfer lokal yang tinggi juga memperkuat pertumbuhan awan konvektif hujan di Indonesia bagian selatan.

Tak hanya itu, interaksi regional seperti front dingin di Australia selatan turut memicu terbentuknya sistem tekanan rendah di selatan Indonesia, yang mendukung peningkatan curah hujan.

Baca Juga: Curhat Pengembang ke Menteri Ara: Pungli Pemda Masih Menghantui Bisnis Perumahan

Pola Cuaca yang Perlu Diwaspadai

Menurut BMKG, cuaca selama pancaroba umumnya cerah atau berawan pada pagi hingga siang hari, lalu berubah menjadi hujan deras disertai petir dan angin kencang pada sore hingga malam hari. Pola ini sangat khas pada masa transisi musim, tetapi intensitasnya kali ini cukup tinggi.

"Mengingat sifat dinamis atmosfer yang sangat mudah berubah, masyarakat diimbau untuk selalu menjaga kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem," ujar BMKG dalam keterangannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Nurhadi.

Sumber: Beragam Sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB
X