Penolakan ini sempat menciptakan ketegangan antara kelompok agama berbeda di wilayah tersebut.
Kasus Trisakti (1998) dan Polémik Reklame Siong (2016) Etika bisnis yang tidak menghormati keberagaman budaya dan etnis misalnya, kasus Trisakti yang berjualan dengan menyebut individu asal Tionghoa sebagai “Si Mata Sipit,” serta polémik reklame Siong di Pontianak yang menggambarkan ilustrasi Suku Dayak dalam iklan mereka.
Kedua kasus ini mencerminkan etnosentrisme dengan menganggap tingginya suatu budaya dan merendahkan etnis lain.
Penolakan pelantikan Bupati non-pribumi di Papua (2007) Pada tahun 2007, terjadi penolakan atas pelantikan seorang bupati non-pribumi di kabupaten Merauke, Papua.
Penolakan ini mencerminkan etnosentrisme, di mana sebagian warga Papua menganggap bahwa bupati yang bukan berasal dari suku mereka tidak layak untuk memimpin wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan perasaan superioritas antar-etnis.
Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Prabowo-Gibran Unggul di Jabar, Jatim, dan Banten
Kasus-kasus di atas merupakan contoh nyata bagaimana etnosentrisme berdampak negatif bagi beberapa aspek kehidupan masyarakat di Indonesia.
Untuk menghindari permasalahan serupa di masa depan, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan toleransi antar etnis.
Artikel Terkait
Peringatan Hari Osteoporosis Nasional 2023: PERWATUSI Kab. Bogor, Adakan Gebyar Senam Bersama.
Jorge Martin Juarai MotoGP Thailand 2023
Ternyata Inilah yang membuat Jorge Martin bisa memenangkan balapan