catatanfakta.com — Penundaan pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 kembali memicu reaksi keras dari kalangan buruh. Jadwal yang semula direncanakan pada 21 November batal terlaksana setelah Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan pemerintah masih memfinalisasi aturan baru terkait formula pengupahan.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima gambaran jelas dari rancangan peraturan pemerintah tersebut. Ia menilai keterlambatan ini menciptakan ketidakpastian bagi pekerja di seluruh Indonesia. “Harusnya kan sekarang UMP diumumkan. Kami ada rencana mau turun ke jalan, kami juga menghargai teman-teman lain bahwa mereka akan turun ke jalan,” ujarnya.
Elly menjelaskan bahwa tuntutan buruh di berbagai daerah memang beragam, namun KSBSI melalui perwakilannya di Depenas telah mengajukan kenaikan sebesar 8,3 persen. Ia juga meminta pemerintah mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan penetapan UMP memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentu, serta kebutuhan hidup layak. Elly khawatir bila kenaikan dianggap terlalu tinggi, pengusaha justru berdalih menutup perusahaan. “Jangan juga itu nanti jadi alasan untuk menutup perusahaan-perusahaan, terutama yang padat karya,” ujarnya.
Baca Juga: Jutaan Buruh Siap Mogok Nasional, KSPI Desak Pemerintah Revisi Formula UMP 2026
Dari kubu Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, Presiden KSPN Ristadi menilai kenaikan upah satu angka tidak mencerminkan keadilan bagi pekerja, khususnya di daerah yang upahnya masih rendah. Menurutnya, kebijakan yang memukul rata justru akan menciptakan kesenjangan baru. “Yang upahnya masih rendah harus dinaikkan lebih signifikan daripada dari upah yang sudah tinggi. Kami akan suarakan itu terus,” tegasnya.
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia memutuskan mengundur jadwal aksi dari 22 November menjadi 24 November. Presiden KSPI Said Iqbal menilai tanggal sebelumnya kurang efektif karena bertepatan dengan hari libur. KSPI tetap menolak angka kenaikan 3,75 persen versi pemerintah yang dinilai terlalu kecil karena hanya setara sekitar Rp90.000 per bulan. “Rata-rata upah minimum per bulan di Indonesia tidak lebih dari Rp3 juta. Maka kenaikan versi Menaker itu sangat kecil,” ujar Said.
Dengan belum adanya kepastian pengumuman dan terus berkembangnya dinamika, gelombang aksi buruh diperkirakan akan menguat pada pekan mendatang.