catatanfakta.com – Wacana pemerintah untuk mewajibkan influencer memiliki sertifikasi kembali mencuat dan langsung memicu perdebatan publik.
Kementerian Komunikasi dan Digital disebut tengah mengkaji aturan yang meniru model Tiongkok, di mana kreator wajib memiliki ijazah atau sertifikasi akademik untuk mengulas topik profesional seperti kedokteran, hukum, keuangan, dan kesehatan. Di negara itu, pelanggaran bahkan bisa didenda hingga 100.000 yuan atau sekitar Rp230 juta.
Langkah ini disebut bertujuan menjaga ekosistem digital agar tetap sehat, namun pemerintah masih menimbang dampaknya terhadap kebebasan berekspresi.
Baca Juga: IIHF 2025 Resmi Dibuka Pameran Produk Halal, Kajian Islami, hingga Sertifikasi Gratis
Di tengah diskusi itu, akademisi Ilmu Komunikasi UMY, Dr. Filosa Gita Sukmono, menilai sertifikasi sebenarnya dapat menjadi instrumen penting untuk menciptakan ruang digital yang lebih bertanggung jawab.
“Dengan adanya sertifikasi, influencer bisa dinilai secara profesional,” ujarnya.
Filosa melihat sertifikasi dari dua sisi: kemampuan dan etika. Menurutnya, banyak konten kreator belum memahami aturan yang berlaku di Indonesia dan tak sedikit yang memproduksi konten tanpa verifikasi data. Ia menegaskan bahwa besarnya pengaruh kreator terhadap opini publik juga menuntut tanggung jawab lebih.
Baca Juga: Kemenag Buka Sertifikasi Amil Zakat, Cek Syarat dan Jadwalnya!
“Perkembangan ekonomi digital luar biasa cepat, tetapi pemerintah belum punya alat yang cukup kuat untuk melakukan filter. Banyak yang mengaku sebagai konten kreator meski belum punya kompetensi yang memadai,” jelasnya.
Ia mencontohkan Tiongkok dan Singapura yang telah menerapkan regulasi ketat untuk menjaga kualitas informasi. Meski begitu, ia menekankan bahwa Indonesia perlu merumuskan model yang sesuai dengan karakter ruang digital nasional yang bebas dan inklusif.
Filosa menolak anggapan bahwa sertifikasi adalah bentuk pembatasan, melainkan wadah pembinaan agar kreator memahami etika, literasi digital, dan regulasi yang berlaku.
Baca Juga: Ketahui regulasi baru untuk sertifikasi halal di Indonesia
“Kebijakan ini bisa mengubah dinamika ruang digital secara signifikan. Karena itu, perlu kajian mendalam dan melibatkan berbagai pihak agar hasilnya tidak menimbulkan distorsi,” pungkasnya.