Catatanfakta.com -, Jakarta — Konflik Iran-Israel kembali memanas. Pada Jumat malam (13/6/2025), Iran meluncurkan serangan balasan ke Israel yang mengguncang dua kota utama: Yerusalem dan Tel Aviv. Serangan ini merupakan respons terhadap pemboman Israel terhadap fasilitas nuklir bawah tanah di Natanz dan tewasnya seorang komandan tinggi Iran.
Ledakan terdengar keras di beberapa titik, dan rudal-rudal Iran terlihat melintas di langit Tel Aviv. Militer Israel melaporkan bahwa Iran menembakkan kurang dari 100 rudal, dengan sebagian besar berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Iron Dome, serta bantuan dari militer Amerika Serikat.
Namun, beberapa rudal tetap menghantam target, termasuk sebuah blok apartemen di Ramat Gan dan bangunan di pusat Tel Aviv. Channel 12 Israel mencatat setidaknya dua orang luka kritis, delapan luka sedang, dan 34 luka ringan akibat serpihan dan puing ledakan.
Baca Juga: Gubernur Aceh Tolak Ajakan Bobby Nasution Kelola Bersama 4 Pulau Sengketa 'Itu Hak Kami'
Iron Dome Kembali Disorot: Mampukah Menahan Serangan Saturasi?
Sistem Iron Dome, atau "Kippat Barzel" dalam bahasa Ibrani, kembali menjadi sorotan. Sistem ini dikembangkan oleh Rafael Advanced Defense Systems dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat dan telah aktif sejak 2011.
Cara kerjanya sederhana namun canggih: radar mendeteksi roket yang masuk, sistem komando mengevaluasi lintasan, dan rudal Tamir diluncurkan untuk mencegat target. Namun, Iron Dome tidak menembak semua roket—hanya yang diprediksi akan menghantam area berpenduduk.
Meski diklaim memiliki akurasi hingga 90%, para analis menyebut serangan saturasi seperti yang dilakukan Iran—menembakkan banyak rudal dari berbagai arah secara bersamaan—dapat melemahkan efektivitas sistem ini.
Baca Juga: Harita Nikel Pimpin Hilirisasi: Produksi Feronikel Capai 185.000 Ton per Tahun
Golden Dome: Proyek Raksasa ala Trump
Menanggapi dinamika ancaman global, Presiden AS Donald Trump mengumumkan proyek pertahanan udara ambisius bernama Golden Dome, terinspirasi dari Iron Dome Israel.
Dengan anggaran awal US$25 miliar dan potensi pembengkakan hingga US$175 miliar, sistem ini akan menggabungkan pertahanan berbasis darat dan luar angkasa, melibatkan perusahaan seperti SpaceX, Palantir, dan Anduril. Target operasional: akhir masa jabatan Trump.
Rudal Iran: Cepat, Jauh, dan Sulit Dicegat
Iran tidak main-main. Mereka meluncurkan berbagai jenis rudal, termasuk Shahab-3 dan Sejjil, dengan jangkauan hingga 2.000 km, cukup untuk menjangkau Israel dan pangkalan AS di Timur Tengah.
Baca Juga: Keajaiban yang Terulang: How to Train Your Dragon (2025) Bukti Remake Bisa Sehebat Aslinya
Yang membuatnya berbahaya: menggunakan bahan bakar padat, memungkinkan peluncuran cepat dan mobilitas tinggi—sulit dideteksi dan dicegat lebih awal.
Selain itu, Iran mengandalkan taktik saturasi dan jaringan proxy regional seperti Hamas, Hezbollah, dan Houthi untuk menciptakan tekanan simultan dari berbagai front.
Konflik Bisa Meluas?
Meskipun Hamas dan Hezbollah saat ini dalam posisi lemah usai digempur Israel, banyak pihak khawatir bahwa konflik ini bisa berkembang menjadi perang regional terbuka. Apalagi dengan ketegangan tinggi di wilayah Teluk, Semenanjung Korea, dan Ukraina.
Baca Juga: BTS FESTA 2025 Momen Haru Ulang Tahun ke-12, Tanda-Tanda Kembalinya BTS dari Hiatus?
Saat ini, mata dunia tertuju pada bagaimana Israel dan sekutunya, terutama Amerika Serikat, akan merespons serangan langsung dari Teheran ini.