informasi

Ribuan Warga Nepal Tuntut Kembalinya Raja 'Kami Cinta Raja Lebih dari Nyawa Kami!'

Jumat, 30 Mei 2025 | 22:00 WIB
Kampung terindah di Kabupaten Magetan yang dijuluki Nepal Van Javanya Jawa Timur. (Tangkap layar YouTube/Jejak Richard)

Catatan fakta -, Nepal — Ribuan warga Nepal membanjiri jalan-jalan ibu kota Kathmandu pada Kamis (29/5/2025), dalam unjuk rasa besar-besaran menuntut kembalinya sistem monarki di negara tersebut.

Para demonstran, yang sebagian besar mengenakan pakaian tradisional dan membawa bendera kerajaan, menyerukan agar mantan Raja Gyanendra Shah dikembalikan ke tahta setelah monarki dihapuskan lebih dari satu dekade lalu.

Aksi ini mencerminkan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan saat ini serta memburuknya kondisi ekonomi negara yang terkurung di pegunungan Himalaya itu.

Baca Juga: Gus Ipul Tegaskan 'Bansos Itu Sementara, Pemberdayaan Selamanya'

"Kami Cinta Raja Kami Lebih dari Nyawa Kami"

Slogan-slogan bernada emosional menggema di jalanan Kathmandu. “Kembalikan raja ke tahtanya dan selamatkan negara! Kami mencintai Raja kami lebih dari nyawa kami!” teriak para demonstran dalam unjuk rasa yang berlangsung damai namun penuh semangat.

Mantan Raja Gyanendra Shah, kini berusia 77 tahun, masih tinggal di Kathmandu meski telah digulingkan saat Nepal beralih dari kerajaan menjadi republik pada tahun 2008. Monarki sebelumnya telah menjadi sistem pemerintahan utama di Nepal selama 239 tahun.

Meski sudah tidak memiliki kekuasaan resmi, Gyanendra tetap menjadi sosok yang dihormati oleh sebagian masyarakat Nepal, terutama kalangan konservatif dan pendukung sistem kerajaan.

Baca Juga: Istana Tegaskan: Minuman Saat Toast Prabowo-Macron Bukan Alkohol, Tapi Sari Apel

Frustrasi pada Pemerintah dan Krisis Ekonomi

Demonstrasi kali ini bukan hanya soal nostalgia terhadap monarki, tetapi juga luapan kekecewaan terhadap pemerintahan demokratis yang ada. Para demonstran menuding para elit politik telah gagal membawa perubahan dan kemajuan bagi negara.

Kondisi ekonomi Nepal juga menjadi pemicu keresahan. Ribuan warga Nepal terpaksa bekerja di luar negeri—seperti di Uni Emirat Arab, Korea Selatan, dan Malaysia—untuk menghidupi keluarga mereka lewat kiriman uang (remitansi). Namun, remiten tersebut belum cukup untuk mengangkat ekonomi nasional secara menyeluruh.

“Setiap lima tahun kami memilih, tapi hidup tetap begini. Kami butuh perubahan nyata, bukan janji,” kata Ramesh Thapa, salah satu peserta aksi dari distrik Bhaktapur.

Baca Juga: Misteri Pembacokan ASN Kejagung di Depok, Pelaku Teriak ‘Sikat!’ Sebelum Serang Korban

Ketegangan antara Pro-Monarki dan Pro-Republik

Di saat massa pro-monarki berkumpul di satu sisi kota, hanya beberapa meter dari lokasi tersebut kelompok pendukung sistem republik juga menggelar aksi tandingan, menyatakan dukungan mereka kepada pemerintahan dan sistem demokrasi saat ini.

Untuk mencegah bentrok antara dua kubu, aparat keamanan mengerahkan ratusan personel anti-huru hara dan membentuk barikade di sekitar area demonstrasi.

Kejadian ini mengingatkan publik pada unjuk rasa serupa yang berlangsung Maret lalu dan berujung pada bentrokan yang menyebabkan beberapa orang tewas.

Baca Juga: Ancol Diserbu 36 Ribu Pengunjung di Hari Pertama Libur Panjang, Pantai Masih Primadona

Monarki Sulit Kembali, Kekuatan Politik Terbatas

Meskipun suara-suara yang mendukung monarki semakin nyaring, peluang kembalinya sistem kerajaan dinilai sangat kecil. Tiga partai politik utama di Nepal, yang menguasai mayoritas kursi di parlemen, menolak mentah-mentah ide tersebut.

Satu-satunya partai yang secara terbuka mendukung kembalinya monarki adalah Partai Rastriya Prajatantra (RPP). Namun, partai ini hanya memiliki 13 dari total 275 kursi di parlemen, membuat pengaruh politiknya sangat terbatas.

“Secara politik, monarki tidak memiliki cukup daya dorong untuk kembali,” ujar analis politik lokal, Deepak Shrestha. “Namun secara sosial dan emosional, dukungan rakyat terhadap Raja Gyanendra tidak bisa diabaikan.”

Halaman:

Tags

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB