Catatanfakta.com -, Jakarta – Bagi banyak anak muda di berbagai penjuru Indonesia, kuliah di Jakarta adalah mimpi. Ibukota dengan kampus bergengsi, jaringan luas, dan peluang karier menjanjikan jadi daya tarik utama. Tapi begitu kaki menginjakkan di sini, mimpi itu sering kali berubah jadi perjuangan sehari-hari: bertahan hidup sambil tetap berusaha kelihatan “oke”.
“Dulu mikir kuliah di Jakarta tuh keren banget. Tapi realitanya, saya lebih sering mikir gimana bayar kos bulan depan daripada mikirin gaya,” kata Anis (20), mahasiswa semester empat di salah satu universitas negeri di Jakarta Selatan.
Baca Juga: Sri Mulyani, Dunia Masuki Era Perang Ekonomi dan Fragmentasi Global, RI Harus Siaga
Kampus Elit, Tapi Duit Melejit
Kampus-kampus besar seperti UI, UNJ, UIN, Trisakti, atau Binus memang punya reputasi top. Tapi kuliah di kota besar bukan cuma soal akademik—ada ongkos sosial dan ekonomi yang gak sedikit.
Biaya hidup di Jakarta rata-rata bisa mencapai Rp3–5 juta per bulan, tergantung lokasi dan gaya hidup. Untuk anak rantau, beban ini makin terasa.
“Uang kiriman orang tua cuma cukup buat kos dan makan sederhana. Makanya saya ambil kerja part-time, ngajar les dan kadang jadi admin online shop,” ujar Rendi (21), mahasiswa swasta yang tinggal di Palmerah.
Baca Juga: Jakarta Gak Ramah Dompet? Ini Realita Biaya Hidup Anak Muda Ibu Kota
Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?
Di Jakarta, kafe estetik dan outfit kekinian seperti jadi ‘atribut wajib’ mahasiswa. Apalagi dengan sosial media sebagai etalase eksistensi, banyak mahasiswa merasa tertekan untuk ikut tampil sesuai standar.
“Kalau gak nongkrong di tempat hits, takut dibilang kuper. Padahal sebenernya males juga sih, dompet gak kuat,” ungkap Naya (19), mahasiswa komunikasi yang aktif di TikTok.
Tapi, di balik outfit thrift dan kopi latte, banyak juga yang menyembunyikan lelah: tugas numpuk, kerja sampingan, dan homesick yang diam-diam menggerogoti.
Baca Juga: Geng Mewah Kopdar, Komunitas Mercedes-AMG Pamer Gaya di Jantung Jakarta
Side Job: Dari Freelance sampai Jualan Online
Mahasiswa Jakarta dikenal kreatif dan adaptif. Untuk bertahan, banyak yang punya side job: jadi barista, fotografer, dropshipper, hingga jurnalis kampus.
“Saya jadi freelance desainer grafis buat nambah uang jajan. Capek sih, tapi senang bisa mandiri. Lumayan buat bayar kuota dan traktir teman kadang-kadang,” cerita Aldo (22), mahasiswa DKV.
Tak sedikit juga yang berani membuka bisnis kecil-kecilan dari kamar kos, mulai dari jualan makanan ringan, skincare, sampai jasa titip.