Catatanfakta.com -, Jakarta – Scroll, like, swipe, repeat. Bagi banyak anak muda Jakarta, sosial media sudah seperti napas kedua. Tapi di balik feed estetik dan stories penuh pencapaian, ada kelelahan mental yang terus menumpuk—bahkan diam-diam melukai.
“Kadang ngeliat teman-teman story-nya jalan-jalan, karier lancar, relationship adem ayem. Aku langsung ngerasa hidupku kok biasa-biasa aja, kayak kurang,” kata Kintan (23), pekerja kreatif di Jakarta Selatan.
Fenomena ini bukan hal baru. Tapi di kota secepat Jakarta, tekanan sosial dari media digital makin terasa intens, nyaris tak memberi ruang jeda.
Baca Juga: Sri Mulyani, Dunia Masuki Era Perang Ekonomi dan Fragmentasi Global, RI Harus Siaga
Tekanan Sosial Digital: Takut Tertinggal, Tapi Lelah Mengejar
Psikolog klinis Livia Anindya, M.Psi, menyebutkan bahwa efek sosial media terhadap Gen Z sangat nyata. Salah satu yang paling sering ia temui di ruang konsultasi adalah FOMO—Fear of Missing Out.
“FOMO membuat individu merasa selalu harus ‘ikut’ dengan apa yang sedang tren, entah itu tempat liburan, gaya hidup, hingga pencapaian karier. Kalau tidak ikut, mereka merasa tertinggal, bahkan gagal,” ujar Livia.
Menurutnya, ini memicu kecemasan, rasa rendah diri, bahkan depresi ringan jika tidak ditangani dengan kesadaran diri dan literasi digital yang cukup.
Baca Juga: Jakarta Gak Ramah Dompet? Ini Realita Biaya Hidup Anak Muda Ibu Kota
Jakarta dan Budaya Tampil Sukses
Hidup di Jakarta juga punya efek amplifikasi tersendiri. Budaya cepat, kompetitif, dan glamor mendorong anak muda untuk “nampak berhasil”—meski kenyataannya bisa sangat berbeda di balik layar.
“Kadang bukan pengen healing beneran, tapi pengen nunjukin ke followers kalau aku juga bisa ‘escape’. Padahal ya, isi kepala tetap sumpek,” kata Bima (25), karyawan swasta yang mengaku pernah burn out tapi tetap posting staycation demi citra.
Siklus ini terus berjalan: kerja keras → lelah → tampil seolah-olah bahagia → kelelahan emosional. Banyak yang akhirnya merasa kosong, meski secara digital terlihat ‘hidup’.
Tren Healing: Solusi atau Pelarian Sementara?
Tren “healing” jadi istilah populer di kalangan Gen Z. Mulai dari ke pantai, staycation di Puncak, sampai meditasi singkat di kafe estetik—semua dianggap cara melawan stres. Tapi psikolog mengingatkan: healing bukan sekadar kabur dari rutinitas.