Catatanfakta.com -- Harga minyak menguat pada awal perdagangan Asia, Selasa (2/4). Penguatan ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, yang berdampak langsung pada kenaikan harga minyak berjangka AS hingga mencapai level tertinggi dalam lima bulan terakhir.
Menurut laporan dari Reuters, harga Brent berjangka untuk pengiriman Juni naik 37 sen menjadi US$87,79 per barel pada 00.46 GMT.
Hal serupa juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) yang mengalami kenaikan sebesar 32 sen menjadi US$84,03 per barel.
Baca Juga: Ryu Jun-yeol Menarik Diri dari Proyek Delusion Bersama Han So-hee
Analisis pasar menyebutkan bahwa data manufaktur AS dan China yang lebih kuat dari perkiraan menjadi salah satu faktor pendukung kenaikan harga minyak.
Aktivitas manufaktur kedua negara tersebut meningkat pada bulan Maret, hal ini dianggap pasar sebagai indikator peningkatan permintaan minyak.
China sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia dan AS sebagai konsumen terbesar memiliki peran penting dalam dinamika harga minyak dunia.
Analis Pasar IG Tony Sycamore mengungkapkan bahwa kontrak berjangka AS berpotensi mencapai level pertengahan $90an jika berhasil menembus resistensi teknis sebesar US$84,00 per barel.
Terakhir kali kontrak WTI bulan cepat mencapai level US$95 per barel adalah pada Agustus 2022.
Di Timur Tengah, ketegangan semakin meningkat dengan serangan Israel terhadap kedutaan Iran di Suriah yang menewaskan tujuh penasihat militer, termasuk tiga komandan senior.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Bungkam Tentang Komentar Gibran Rakabuming Mengenai Gugatan MK
Hal ini menandai eskalasi konflik yang sudah berlangsung hampir setengah tahun dan memunculkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pasokan minyak.
Meskipun pasar belum mengkhawatirkan gangguan pasokan secara signifikan, analis menyoroti kemungkinan ancaman terhadap pasokan minyak dari Iran.