Ramadhan di Gaza: Puasa di Tengah Reruntuhan 'Ramadan Datang Tanpa Perang'

Catatanfakta.com - Saat azan Magrib berkumandang di jalanan Gaza yang hancur, keluarga-keluarga berkumpul di sekitar makanan apa pun yang dapat mereka temukan untuk berbuka puasa.

Ramadan kali ini, udara dipenuhi aroma makanan berbuka puasa dan asap kehancuran yang masih tertinggal.

Bagi banyak orang, tindakan sederhana berbuka puasa adalah momen yang pahit manis—yang dipenuhi rasa syukur karena masih hidup tetapi dibayangi oleh kesedihan perang yang tak henti-hentinya.

Baca Juga: Ramadan 2025: Kenapa Indonesia dan Negara Tetangga Berbeda Awal Puasa?

Sebuah unggahan viral dari seorang warga Gaza, menggambarkan dualitas ini:

"Saya berbuka puasa, Alhamdulillah atas semua berkah-Nya, Alhamdulillah Ramadan datang tanpa perang ❤️!"

Namun bagi ribuan orang, kenyataannya sangat berbeda. Tidak adanya bom tidak berarti adanya perdamaian.

Beban kehilangan rumah, orang-orang terkasih, dan masa depan yang tidak pasti membayangi setiap meja berbuka puasa. Dunia memperhatikan, tetapi apakah itu terasa?

Baca Juga: Ramadan di Bogor: Wakil Ketua DPRD, Junaidi Samsudin Ajak Perkuat Ibadah & Kepedulian

Sebuah gambar yang dibagikan oleh @Muslim di media sosial menunjukkan buka puasa pertama di Gaza—keluarga-keluarga duduk di tengah reruntuhan, berbagi sedikit makanan yang mereka miliki.

Postingan tersebut telah mengumpulkan ratusan ribu interaksi, sebuah bukti empati global yang mendalam terhadap penderitaan Gaza.

Mengapa perdamaian lebih penting sekarang daripada sebelumnya? Karena bagi banyak orang di Gaza, Ramadan ini bukan hanya tentang berpuasa—ini tentang bertahan hidup.

Ini tentang menemukan kekuatan dalam iman ketika dunia berpaling.