catatanfakta.com - Struktur tenaga kerja Indonesia bergerak dinamis dalam tujuh tahun terakhir dan data terbaru BRIN memperlihatkan perubahan signifikan. Tenaga kerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan—yang selama ini mendominasi—terus menurun meski masih menjadi sektor terbesar. Pada 2018 serapan tenaga kerja di sektor ini mencapai 30,72%, sedangkan pada 2025 turun menjadi 28,54% atau berkurang 2,2%. Kondisi ini menunjukkan makin sedikitnya pekerja yang bertahan di sektor agraris dan mulai bergerak ke sektor non-pertanian.
Sebaliknya, sektor jasa dan konsumsi tumbuh lebih kuat. Sektor perdagangan besar dan eceran, termasuk reparasi mobil dan sepeda motor, meningkat dari 18,46% pada 2018 menjadi 19,26% pada 2025. Sektor transportasi dan pergudangan ikut naik dari 4% menjadi 4,23%, sementara akomodasi dan makan minum melesat dari 6,33% menjadi 7,88%. Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Zamroni Salim, menjelaskan bahwa pergeseran ini bukan sekadar perubahan angka, melainkan munculnya pusat penyerapan tenaga kerja baru di luar sektor pertanian. “Itu artinya tiga sektor ini khususnya di pertanian besar, eceran, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi salah satu buffer tempat para pencari kerja itu masuk,” ujarnya.
Namun di balik kenaikan serapan kerja sektor jasa, muncul tantangan baru. Tingkat pengangguran nasional memang cukup rendah, sekitar 4,8%, tapi jumlah pencari kerja melonjak tajam berdasarkan data Sakernas BPS. Pada 2019 jumlahnya 7,8 juta orang, menjadi 11,7 juta orang pada 2024. Bahkan warga yang putus asa mencari kerja meningkat drastis dari 883 ribu orang pada 2019 menjadi 2,7 juta orang pada 2024. Fenomena ini memicu pertanyaan soal kualitas serapan tenaga kerja, apakah tenaga kerja baru masuk ke sektor formal atau justru bergeser ke sektor informal.
Baca Juga: Banjir Aceh–Sumut Makin Parah, BRIN Bentuk Gugus Tugas Dipimpin Joko Widodo
Zamroni memberi gambaran lebih jelas mengenai arah penyerapan tenaga kerja tersebut. Ia menilai sebagian besar tenaga kerja baru terserap ke sektor informal yang berkembang pesat, terutama di tiga sektor yang mengalami lonjakan serapan tadi. “Dugaan kami sebagian mereka itu masuk ke sektor informal, khususnya di tiga subsektor tadi,” tegas Zamroni. Lonjakan luar biasa di sektor jasa ini menunjukkan peluang baru bagi para pencari kerja, namun di sisi lain menyiratkan tantangan besar dalam peningkatan kualitas pekerjaan dan perlindungan tenaga kerja di sektor non-formal.
Perubahan ini menegaskan bahwa struktur ketenagakerjaan Indonesia terus bergeser sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional. Sektor pertanian yang dulu menjadi tulang punggung tenaga kerja kini perlahan menyusut, sementara sektor jasa tumbuh menjadi rumah baru bagi jutaan pekerja. Namun pekerjaan rumah yang lebih mendesak adalah memastikan lonjakan penyerapan tenaga kerja tidak hanya besar secara kuantitas, tetapi juga berkualitas dalam perlindungan, produktivitas, dan kesejahteraan.