catatanfakta.com – Kabar gembira bagi para pekerja di Jawa Barat. Jika tuntutan kenaikan 10,5% disetujui pemerintah, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 bakal melonjak signifikan. Dua wilayah industri besar, Bekasi dan Karawang, bahkan diprediksi menembus angka Rp6 juta per bulan.
Rencana kenaikan UMK ini sedang dinantikan banyak pihak. Pemerintah dijadwalkan mengumumkan besaran resmi UMK paling lambat akhir November 2025. Di sisi lain, serikat buruh terus menekan agar penyesuaian upah tahun depan bisa mencerminkan kenaikan biaya hidup dan kebutuhan riil pekerja.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Barat, Dedi Supriyadi, mengatakan, tuntutan kenaikan 10,5% dianggap realistis. “Harga-harga kebutuhan pokok naik, sementara daya beli buruh stagnan. Kenaikan 10,5% itu bukan angka berlebihan, tapi bentuk keadilan,” ujarnya, Senin (10/11).
Baca Juga: Mengenal Perbedaan UMP, UMK, dan UMR di Indonesia
Berdasarkan simulasi, jika kenaikan itu disetujui, UMK Kota Bekasi akan naik dari Rp5.690.752 menjadi Rp6.288.538, sedangkan Kabupaten Karawang dari Rp5.599.593 menjadi Rp6.186.551. Dengan begitu, kedua daerah industri ini tetap menjadi wilayah dengan UMK tertinggi di Jawa Barat.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat, Ahmad Ridwan, menyebut pembahasan kenaikan upah dilakukan dengan memperhatikan kondisi ekonomi daerah dan produktivitas industri. “Kami berupaya agar keputusan nanti seimbang, tidak memberatkan pengusaha tetapi juga tetap melindungi kesejahteraan pekerja,” katanya.
Selain Bekasi dan Karawang, sejumlah daerah lain juga berpotensi mengalami kenaikan signifikan. Kota Depok diproyeksi naik menjadi Rp5.741.787, Kota Bogor menjadi Rp5.664.321, dan Kabupaten Purwakarta menjadi Rp5.295.430. Adapun daerah dengan UMK terendah tetap di wilayah selatan, seperti Kabupaten Pangandaran yang diperkirakan mencapai Rp2.455.501.
Baca Juga: Rencana Mogok Nasional Buruh Menunggu Putusan Kenaikan UMK
Dengan proyeksi ini, Jawa Barat tetap menjadi provinsi dengan variasi UMK tertinggi secara nasional. Namun, keputusan final akan menunggu hasil pembahasan antara pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat buruh.
Buruh berharap tahun 2026 menjadi momentum perbaikan nasib. “Kami tidak menuntut berlebihan. Hanya ingin penghasilan yang cukup untuk hidup layak di kota industri,” tutup Dedi Supriyadi.