Catatanfakta.com - Brand mewah Loro Piana, yang dikenal dengan citra quiet luxury dan berada di bawah naungan raksasa fashion dunia LVMH, tengah menjadi sorotan usai tersandung skandal eksploitasi pekerja dalam rantai pasok produksinya di Italia.
Berdasarkan putusan Pengadilan Milan, Loro Piana ditempatkan di bawah pengawasan hukum selama satu tahun karena gagal mengawasi praktik produksi subkontrak secara memadai.
Skandal ini mencuat setelah otoritas Italia melakukan investigasi terhadap bengkel subkontrak milik warga negara China yang memproduksi jaket kasmir Loro Piana. Dalam operasi tersebut, ditemukan praktik kerja paksa terhadap 10 pekerja migran asal China, dengan 5 di antaranya tidak memiliki dokumen resmi. Para pekerja tersebut dipaksa bekerja 90 jam per minggu dengan upah hanya 4 EUR per jam, dan tinggal di fasilitas ilegal dalam area produksi.
Baca Juga: Kenali 6 Varian Sunscreen Skin Aqua Sesuai Kebutuhan Kulitmu, dari Harian hingga Anti-Aging
Keuntungan Tinggi di Atas Derita Pekerja
Penyelidikan juga mengungkap bahwa Loro Piana menyubkontrakkan produksi melalui dua perusahaan perantara ke tiga bengkel milik pengusaha China. Salah satu pemilik mengaku bisa memproduksi hingga 7.000 jaket per tahun untuk Loro Piana dengan ongkos produksi sekitar 118–128 EUR per jaket, padahal produk serupa dijual hingga lebih dari 5.000 EUR (sekitar Rp94 juta) di situs resmi brand tersebut. Hal ini memperlihatkan selisih keuntungan yang luar biasa besar di balik citra kemewahan produk.
Dalam dokumen resmi, pengadilan menyatakan bahwa Loro Piana gagal menjalankan pengawasan menyeluruh terhadap rantai pasokannya demi mengejar margin keuntungan yang tinggi. Sebagai tanggapan, pihak Loro Piana mengaku telah memutus kontrak dengan pemasok yang terlibat dalam waktu 24 jam setelah diberi tahu pada 20 Mei lalu.
Dalam pernyataan resminya, brand tersebut menyampaikan:
“Loro Piana dengan tegas mengutuk segala praktik ilegal dan menegaskan kembali komitmennya untuk menegakkan hak asasi manusia dan mematuhi semua peraturan dalam seluruh rantai pasokannya.”
Baca Juga: PINTU Incubator, Jembatan Kreatif Indonesia-Prancis untuk Masa Depan Mode Global
Skandal Serupa di Peru
Ini bukan kali pertama Loro Piana terseret dalam isu eksploitasi. Pada 2024 lalu, mereka juga dikritik akibat dugaan tidak membayar layak para pekerja lokal suku asli Peru yang memasok serat vicuña—wol paling mahal di dunia yang digunakan untuk produk-produk seperti jaket senilai lebih dari 9.000 USD.
Dalam laporan Bloomberg Businessweek, disebutkan bahwa banyak pekerja di kawasan Andes tidak menerima upah atas pekerjaan menangkap dan mencukur bulu vicuña. Eliphas Coeli, General Manager Loro Piana di Peru, mengatakan bahwa mereka telah membayar serat tersebut ke rekening bank komunitas dan distribusinya bukan lagi tanggung jawab perusahaan.
Meski demikian, Loro Piana mengklaim telah meningkatkan audit dan bekerja sama dengan LSM lokal untuk memberi manfaat pada komunitas pemasok vicuña melalui program infrastruktur, kesehatan, gizi, dan pendidikan.
Baca Juga: Primer Makeup, Kunci Tampilan Flawless dan Tahan Lama, Perlukah Selalu Dipakai?
Reaksi dan Langkah Perbaikan
Sebagai respons atas tekanan publik dan hukum, pada Juni lalu Loro Piana meluncurkan inisiatif Smart Bales, sebuah pendekatan berbasis digital untuk meningkatkan transparansi di sepanjang rantai pasok. Lewat unggahan Instagram resminya, mereka menyatakan bahwa pendekatan baru ini memungkinkan “transparansi tak tertandingi dalam proses pemrosesan dan pemurnian serat.”
Namun, langkah ini masih dianggap sebagai tindakan reaktif, terutama setelah Loro Piana menjadi brand kelima yang diawasi pengadilan, mengikuti jejak Dior, Armani, Valentino, dan Alviero Martini. Meskipun Dior dibebaskan dari tuduhan pelanggaran kerja, mereka tetap diwajibkan membayar denda 2 juta EUR kepada korban eksploitasi.