Catatanfakta.com -,Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan baru yang akan mengubah skema perlindungan asuransi kesehatan komersial di Indonesia. Mulai 1 Januari 2026, pemegang polis asuransi kesehatan wajib menanggung minimal 10% dari total biaya klaim atau disebut skema co-payment. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
Langkah ini diambil OJK sebagai bagian dari upaya mengendalikan inflasi medis yang terus meningkat dan menjamin keberlanjutan industri asuransi di tengah tekanan biaya layanan kesehatan yang kian mahal.
Baca Juga: Sekolah Rakyat Dikelola Negara, Orang Tua Diminta Dukung Anak Sepenuh Hati
Co-payment Wajib 10%, Berlaku 2026
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa kebijakan ini mulai berlaku 1 Januari 2026 bagi pemegang polis baru. Sementara bagi pemegang polis yang sudah aktif, ketentuan tersebut akan berlaku paling lambat hingga 31 Desember 2026, menunggu masa pertanggungan masing-masing berakhir.
“Jadi tidak otomatis diubah. Polis berjalan akan tetap dihormati sesuai masa kontrak. Perubahan berlaku saat kontrak diperbarui, maksimal sampai 31 Desember 2026,” ujar Ogi dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
Tidak Berlaku untuk BPJS Kesehatan
OJK menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk layanan BPJS Kesehatan, melainkan hanya untuk produk asuransi kesehatan yang bersifat komersial. Skema co-payment ini, kata Ogi, telah lazim diterapkan di berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan, bahkan Thailand yang baru mulai memberlakukan sistem serupa sejak Maret 2025 lalu.
Menurut Ogi, co-payment bukan hanya soal pembagian biaya, tetapi juga edukasi kepada peserta agar lebih bijak dalam menggunakan manfaat asuransi.
“Intinya, pertanggungan itu menjadi tanggung jawab bersama. Ini adalah praktik umum secara global. Kita tinggal memperkuat sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,” ucapnya.
Baca Juga: Tahun Baru Islam 1447 H, Syarikat Islam Kota Bogor Teguhkan Dakwah Ekonomi dan Kemandirian Umat
Batas Maksimum Biaya Co-payment
Dalam aturan yang diterbitkan, OJK menetapkan batas maksimum biaya co-payment per klaim, yakni:
-
Rp 300 ribu untuk klaim rawat jalan
-
Rp 3 juta untuk klaim rawat inap
Namun demikian, perusahaan asuransi diperbolehkan menetapkan nilai co-payment yang lebih tinggi jika disepakati bersama dalam polis.
Tujuan: Premi Lebih Terjangkau, Inflasi Medis Terkendali
Kebijakan co-payment ini dirancang untuk menekan inflasi medis di Indonesia, yang menurut data OJK telah menyentuh 10,1% pada 2024 dan diperkirakan melonjak menjadi 13,6% pada 2025. Biaya layanan kesehatan dan obat-obatan menjadi kontributor utama melonjaknya inflasi ini, melebihi inflasi medis global yang berkisar di angka 6-8%.
OJK juga menyebutkan bahwa co-payment berpotensi menurunkan premi asuransi, karena sebagian risiko ditanggung oleh peserta. Perusahaan asuransi pun diwajibkan untuk menyimulasikan skema premi baru dengan dan tanpa co-payment.
“Kami minta perusahaan asuransi membuat simulasi premi. Hasilnya menunjukkan premi dengan co-payment cenderung lebih rendah. Ini penting agar asuransi lebih terjangkau bagi masyarakat,” ungkap Ogi.
Baca Juga: Bursa Ketum PPP Memanas Sandiaga hingga Jenderal Dudung Masuk Radar, Rommy Beber Fakta Baru
Konsumen Dilindungi: Tidak Ada Kenaikan di Tengah Kontrak
Dari sisi perlindungan konsumen, OJK juga menegaskan bahwa premi atau perubahan tarif (repricing) hanya boleh diterapkan saat perpanjangan polis, bukan di tengah masa pertanggungan.