Catatanfakta.com -, Jakarta – Di tengah berlangsungnya ibadah haji tahun 2025, muncul isu mengejutkan terkait pemotongan kuota haji Indonesia hingga 50% pada musim haji mendatang. Namun, Menteri Agama sekaligus Ketua Amirulhaj, Nasaruddin Umar, dengan tegas membantah wacana tersebut. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini, pemerintah Indonesia tidak pernah menerima informasi resmi maupun indikasi terkait pengurangan kuota jemaah haji dari Arab Saudi.
"Saya tidak pernah dengar. Beberapa kali kami rapat, tidak pernah mendengarkan isu itu ya. Karena kita kan secara resmi, sebagai Menteri Agama dan juga Amirulhaj, kami tidak pernah mendengarkan isu itu," ujar Nasaruddin di Madinah, Kamis (12/6/2025), sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Pernyataan ini menepis kekhawatiran sebagian pihak yang sempat mencemaskan kemungkinan berkurangnya jatah jemaah haji Indonesia pada tahun depan.
Baca Juga: Banjir Diskon! Transmart Full Day Sale Kembali Hadir, Sepeda Listrik Turun Harga hingga Rp 3 Juta
Hubungan Indonesia - Arab Saudi Tetap Baik
Nasaruddin juga menegaskan bahwa hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi saat ini dalam kondisi sangat baik. Menurutnya, tidak ada friksi atau masalah diplomatik yang bisa menjadi dasar logis bagi Arab Saudi untuk mengurangi kuota haji Indonesia secara drastis.
"Hubungan kita dengan pemerintah Saudi Arabia selalu saya katakan sangat baik," ujarnya, sekaligus menepis kemungkinan alasan politis atau diplomatis di balik wacana tersebut.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara dengan jumlah jemaah haji terbanyak di dunia, sehingga segala perubahan terkait kuota tentu akan berdampak besar, baik dari sisi penyelenggaraan, keuangan, maupun antrian calon jemaah yang telah menunggu bertahun-tahun.
Baca Juga: BNPT Negara Harus Berdiri Tegak Hadapi Ancaman Radikalisme Demi Stabilitas NKRI
BP Haji Akui Ada Wacana, Tapi Masih Negosiasi
Berbeda dengan pernyataan Menag Nasaruddin, Kepala Badan Pelaksana (BP) Haji, Mochamad Irfan Yusuf, justru mengakui bahwa dalam salah satu pertemuan resmi dengan Deputi Menteri Haji Arab Saudi, sempat dibicarakan wacana pengurangan kuota.
"Ada wacana pengurangan kuota hingga 50 persen oleh pihak Saudi. Saat ini kami sedang melakukan negosiasi," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pertemuan tersebut membahas evaluasi pelaksanaan haji 2025 dan juga persiapan menuju haji 2026, mengingat ke depan akan ada perubahan struktur manajemen haji. Mulai tahun depan, pengelolaan haji akan beralih dari Kementerian Agama ke BP Haji, yang membawa sistem baru dan pendekatan manajemen modern.
Pernyataan Irfan ini menunjukkan bahwa diskusi soal kuota memang sempat terjadi di level teknis, meski belum menjadi keputusan final. Pemerintah Indonesia pun terus berupaya melakukan negosiasi agar tidak terjadi pengurangan kuota yang drastis.
Baca Juga: Gempa Dahsyat 1867 Guncang Jawa Ribuan Tewas, Yogyakarta Rata dengan Tanah
Faktor Kesehatan Jadi Sorotan Saudi
Di sisi lain, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, mengungkap bahwa Arab Saudi memang memberikan perhatian khusus terhadap aspek kesehatan jemaah haji asal Indonesia. Hal ini disampaikan langsung oleh otoritas Saudi dalam pertemuan bilateral.
"Karena mereka juga mengharapkan jemaah yang berangkat adalah orang yang fit yang mampu menjalani seluruh proses haji yang sangat berat prosesnya," ujar Hilman, dikutip dari CNN Indonesia.
Menurutnya, angka kematian jemaah haji asal Indonesia yang masih tinggi menjadi salah satu pertimbangan utama pihak Arab Saudi. Bahkan, muncul usulan pembatasan usia jemaah yang berhak berangkat.
"Kan sempat muncul sebelumnya pembatasan usia, di mana jemaah di atas 70 tahun hanya boleh 7 persen, dan usia di atas 80 atau 90 tahun bahkan sempat diwacanakan tidak boleh berangkat," lanjutnya.
Baca Juga: Digitalisasi Perbankan Melesat, Ribuan Kantor Cabang Bank Tutup dalam Sebulan
Pemerintah Diminta Antisipatif
Melihat adanya perbedaan pernyataan antara Menag dan BP Haji, banyak pihak menilai bahwa pemerintah perlu lebih sinkron dalam menyampaikan informasi publik terkait haji. Kejelasan informasi sangat penting mengingat lebih dari 5 juta calon jemaah Indonesia masih dalam daftar tunggu.