informasi

Visa Fast Track Rp16 Juta ala Trump, Cara Baru Masuk AS Lebih Cepat

Senin, 9 Juni 2025 | 10:05 WIB
"In God We Trust" terukir pada batu di atas bendera AS di ruang Dewan Perwakilan Rakyat di Capitol di Washington pada Selasa, 1 Maret 2022. (Sarahbeth Maney/The New York Times melalui AP)

Catatanfakta.com -, Jakarta – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial. Kali ini, pemerintahan Trump tengah mempertimbangkan program visa jalur cepat (fast track) bagi pemohon visa non-imigran, termasuk wisatawan. Biaya layanan ini dipatok sebesar US$ 1.000 atau sekitar Rp16,25 juta (kurs Rp16.258/US$).

Informasi ini pertama kali diungkapkan oleh Reuters, yang mengutip memo internal Departemen Luar Negeri AS. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa calon pengunjung yang ingin masuk ke Amerika Serikat dapat membayar biaya tambahan untuk mendapatkan layanan premium visa, termasuk wawancara langsung tanpa antre.

“Orang yang memasuki AS dengan visa turis dan visa non-imigran lainnya sudah membayar biaya pemrosesan sebesar US$ 185. Opsi baru senilai US$ 1.000 yang sedang dipertimbangkan akan menjadi layanan premium,” demikian isi memo tersebut, dikutip Senin (9/6/2025).

Program fast track ini rencananya akan diluncurkan sebagai pilot project pada Desember 2025, sebagai bagian dari upaya mempercepat proses visa yang selama ini dikenal memakan waktu panjang dan berbelit.

Baca Juga: Gelang Emas Islami, Perpaduan Elegansi dan Makna Spiritual yang Semakin Diminati

Risiko Hukum dan Kritik Internal

Meski rencana ini dinilai dapat mempercepat proses administratif dan meningkatkan pemasukan negara, sejumlah pihak di internal pemerintah AS justru mengkhawatirkan potensi pelanggaran hukum.

Tim hukum Departemen Luar Negeri memperingatkan bahwa penetapan biaya tinggi untuk layanan yang bersifat publik dapat melanggar prinsip dasar pelayanan pemerintahan. “Ada risiko tinggi usulan ini akan ditolak oleh Kantor Anggaran Gedung Putih atau dibatalkan oleh pengadilan,” tulis memo tersebut.

Mereka merujuk pada preseden Mahkamah Agung AS yang menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh mengenakan biaya yang berlebihan untuk akses ke layanan dasar, kecuali bila dapat dibuktikan sebagai kompensasi atas peningkatan biaya operasional yang signifikan.

Baca Juga: Pulau Gag, Surga Tersembunyi Raja Ampat Kaya Teripang, Tambang Nikel, dan Tradisi Bahari

Tak Ada Komentar Resmi

Saat dikonfirmasi, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menolak berkomentar terkait isi memo tersebut. Namun ia menyatakan bahwa pihaknya terus mencari cara untuk meningkatkan layanan visa.

“Penjadwalan janji temu wawancara visa non-imigran bersifat dinamis. Kami terus berupaya meningkatkan layanan operasional kami di seluruh dunia,” ujar juru bicara itu.

Satu Paket dengan "Golden Card" Trump

Kebijakan visa fast track ini juga dikaitkan dengan wacana lain yang tengah digaungkan Presiden Trump, yakni program Golden Card—sebuah jalur super-eksklusif bagi warga negara asing untuk mendapat kewarganegaraan AS dengan membayar hingga US$ 5 juta.

Trump menjanjikan akses lebih cepat bagi siapa pun yang mampu membeli Golden Card. Meskipun belum diresmikan, wacana ini telah menimbulkan kontroversi luas karena dinilai mengkomersialkan proses imigrasi dan bertentangan dengan prinsip keadilan sosial.

Sejak kembali menjabat pada 20 Januari 2025, Trump memang dikenal mengambil langkah tegas terhadap imigrasi. Ia mencabut sejumlah visa pelajar dan memperketat pengawasan terhadap pemohon visa dari berbagai negara, terutama negara-negara mayoritas Muslim.

Baca Juga: 7 Drama Korea dengan Plot Twist Terkejutkan Jiwa, Siap-Siap Dikecoh hingga Akhir Episode!

Dampak ke Pariwisata

Di sisi lain, kalangan industri pariwisata justru menyoroti dampak negatif kebijakan Trump terhadap kunjungan internasional. Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (WTTC) memperkirakan bahwa pengeluaran wisatawan internasional di Amerika Serikat akan turun sekitar 7% pada 2025.

Faktor utama penurunan ini adalah sentimen negatif terhadap kebijakan Trump, serta penguatan dolar AS yang membuat biaya berlibur ke Negeri Paman Sam semakin mahal.

“Wisatawan mulai melirik destinasi lain yang lebih ramah dan lebih terjangkau. Amerika Serikat bukan lagi pilihan utama,” ujar laporan WTTC pada Mei lalu.

Halaman:

Tags

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB