Catatan fakta.com -, Jakarta– Sebuah bencana dahsyat pernah mengguncang Ambon pada 17 Februari 1674, meninggalkan jejak kelam dalam sejarah Nusantara. Tsunami setinggi 100 meter menggulung kawasan tersebut, menewaskan lebih dari dua ribu jiwa, dan hingga kini tercatat sebagai salah satu tsunami terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Kisah mengerikan ini datang dari catatan seorang naturalis Belanda, George Berhard Rumphius, yang kala itu sedang bertugas di Ambon. Rumphius tiba di Indonesia pada tahun 1653 setelah pelayaran panjang melewati Samudera Atlantik dan Selat Magelhaens.
Ia seharusnya bertugas sebagai tentara VOC, namun lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan alam daripada peperangan. Akhirnya, ia dipindahkan ke dinas sipil dan menjadi pelopor penelitian alam di Indonesia.
Baca Juga: Bangun Jatuh Bareng Raffi Ahmad, Rudy Salim Rugi Rp 70 Miliar 'Enggak Tahu ke Mana'
Rumphius bukan hanya dikenal lewat karyanya Herbarium Amboinense, tetapi juga sebagai saksi hidup dari salah satu bencana paling mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia. Dalam bukunya, ia mencatat pengalaman mengerikan yang terjadi pada Sabtu malam, 17 Februari 1674.
Hari itu awalnya berjalan seperti biasa. Namun, sekitar pukul 19.30 waktu setempat, tanpa angin atau hujan, lonceng di Kastil Victoria berdentang sendiri. Tak lama setelahnya, bumi mulai berguncang hebat.
"Tanah bergerak naik turun seperti lautan," tulis Rumphius. "Orang-orang berjatuhan, dan seluruh garnisun melarikan diri ke lapangan terbuka."
Baca Juga: Rekor Sejarah! FLPP Pemerintahan Prabowo Naik 1.100 Persen, Kuota Rumah Subsidi Tembus 350.000 Unit!
Namun, keputusan itu terbukti fatal. Dalam hitungan detik, gelombang raksasa datang dari laut, menyapu desa-desa dan memporak-porandakan wilayah pesisir. Air laut naik hingga melampaui atap rumah, membawa serta batuan koral ke daratan. Tsunami yang muncul bukan sekadar akibat gempa bumi, melainkan juga dipicu oleh longsoran bawah laut yang sangat besar.
Rumphius selamat setelah berlari ke tempat lebih tinggi. Namun, ia harus menyaksikan kehilangan terbesar dalam hidupnya—istri dan anak perempuannya ikut menjadi korban dalam tragedi tersebut. Sebanyak 2.322 jiwa dari Ambon dan Pulau Seram dinyatakan tewas akibat bencana ini.
Ratusan tahun kemudian, catatan Rumphius menjadi dokumen penting dalam memahami sejarah bencana Indonesia. Daryono, Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, dalam webinar “Peringatan Tsunami Ambon 1674” menjelaskan bahwa bencana tersebut adalah tsunami pertama yang tercatat secara ilmiah di Nusantara.
Baca Juga: Bank BJB Angkat Bicara soal Eks Pejabat Jadi Tersangka Korupsi Kredit Sritex
“Gempa Ambon 1674 diperkirakan berkekuatan M7,9 dan memicu tsunami hingga 100 meter, terutama karena longsoran bawah laut yang dipicu gempa,” ujar Daryono.
Jika dibandingkan dengan tsunami besar lainnya seperti Flores 1992 atau Aceh 2004, fenomena Ambon 1674 memperlihatkan bahwa besarnya gelombang tsunami tidak selalu berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Longsoran bawah laut sering menjadi faktor pengganda dahsyatnya gelombang.