Catatanfakta.com -, Madinah, Arab Saudi — Gelombang pertama jemaah haji asal Indonesia telah mulai tiba di Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam kelima. Di antara mereka, sebanyak 41 jemaah haji khusus dari dua Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) telah mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA), Madinah, pada Selasa, 13 Mei 2025.
Tidak seperti jemaah haji reguler yang pelayanannya sepenuhnya ditangani pemerintah, jemaah haji khusus mendapatkan layanan langsung dari PIHK. Pemerintah dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengawas pelaksanaan kontrak layanan.
“Berbeda dengan jemaah haji reguler yang seluruh layanannya disiapkan oleh pemerintah, jemaah haji khusus dilayani oleh PIHK,” jelas Kepala Daerah Kerja (Daker) Bandara, Abdul Basir, Rabu, 14 Mei 2025.
Fokus Pengawasan: Dari Bus hingga Hotel
Abdul Basir menyebut, tugas pemerintah adalah memastikan setiap layanan yang diberikan oleh PIHK telah sesuai dengan kontrak yang disepakati, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga pelayanan selama puncak ibadah haji.
“Tim dari PIHK akan memastikan apakah bus yang digunakan sesuai standar, apakah hotelnya sesuai perjanjian, termasuk layanan saat puncak haji. Kami akan mengawasi itu,” ujarnya.
Baca Juga: Benjamin Mendy Resmi Gabung FC Zurich hingga 2026, Siap Bangkit di Liga Swiss
Jadwal Fleksibel, Tapi Tetap Diawasi
Salah satu perbedaan paling mencolok antara haji reguler dan haji khusus adalah pada aspek jadwal. Jemaah haji khusus diperbolehkan memilih waktu keberangkatan dan kepulangan secara mandiri, tidak terikat oleh jadwal resmi pemerintah.
“Jemaah haji khusus ini ada yang datang di awal, ada yang pertengahan, bahkan ada yang menjelang wukuf. Tapi tetap kami awasi dari kedatangan hingga kepulangan,” tutur Basir.
Kuota Haji Khusus 2025: 17.860 Jemaah
Tahun ini, pemerintah menetapkan kuota jemaah haji khusus sebanyak 17.860 orang, atau sekitar 8 persen dari total kuota haji nasional. Sisanya diperuntukkan bagi jemaah haji reguler.
Dengan fleksibilitas dan fasilitas eksklusif yang diberikan, haji khusus menjadi salah satu pilihan utama bagi masyarakat yang menginginkan kenyamanan lebih saat beribadah.
Namun, transparansi dan akuntabilitas layanan tetap menjadi fokus pengawasan pemerintah agar hak-hak jemaah tetap terlindungi.