Catatanfakta.com - Calon Presiden Anies Baswedan mengungkapkan kritik terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, khususnya mengenai subsidi yang tidak tepat sasaran dan utang yang terus meningkat.
Menurut Anies, ketidaktepatan sasaran subsidi, penerimaan negara yang belum optimal, dan kendala dalam perbaikan data bantuan sosial merupakan beberapa penyebab terbatasnya APBN dan meningkatnya utang.
Dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh Institut untuk Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) dan CNBC Indonesia pada Rabu (8/11/2023), Anies Baswedan, calon presiden Republik Indonesia, mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait subsidi yang tidak tepat sasaran dan utang yang menggunung.
Baca Juga: Anies Baswedan Kritisi Subsidi dan Utang Pemerintah Jokowi
Menurut Anies, ketidak-tepatan sasaran di berbagai jenis subsidi seperti bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan bantuan sosial (bansos) menjadi salah satu masalah yang perlu diatasi.
Hingga akhir September 2023, belanja subsidi mencapai Rp156,96 triliun yang meliputi subsidi energi sebesar Rp103,06 triliun dan subsidi non-energi sebesar Rp53,90 triliun.
Namun, penggunaan subsidi ini, terutama untuk BBM, dianggap tidak tepat karena sebagian besar penerimanya merupakan kaum menengah atas yang seharusnya tidak eligible. Selain itu, realisasi bantuan sosial mencapai Rp104,59 triliun dengan masih adanya persoalan data yang belum dibenahi secara akurat.
Baca Juga: Fenomena Untuk Sementara: Persatuan PKS dan PKB Dukung Anies Baswedan, Apakah Bertahan?
Anies mengatakan bahwa APBN menjadi terbatas karena persoalan ini, ditambah dengan penerimaan negara yang belum optimal sehingga opsi utang terus menjadi pilihan pemerintah.
Pada akhir September 2023, posisi utang pemerintah mencapai Rp7.891,61 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,95 persen. Anies menyatakan bahwa perlu fokus pada upaya meningkatkan PDB untuk menurunkan rasio utang publik yang didorong maksimal 30%.